Para ahli menyoroti bahwa krisis ini bukan semata-mata akibat perubahan iklim, melainkan juga karena puluhan tahun salah urus.
Praktik pertanian yang boros air, eksploitasi air tanah berlebihan, dan penggunaan air perkotaan yang tidak terkendali membuat wilayah ini menghadapi kondisi yang disebut sebagai "kebangkrutan air."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bukan lagi sekadar krisis. Ini adalah kebangkrutan air karena beberapa kerusakan sudah tidak dapat diperbaiki lagi," kata Madani.
Sementara itu, profesor teknik sipil dan ilmu sistem bumi di University of California, Irvine, Amir AghaKouchak, menambahkan bahwa ibu kota Iran kini mengalami penurunan permukaan tanah hingga lebih dari 25 cm per tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan.
Data dari Tehran Regional Water Company menunjukkan, bendungan-bendungan yang menyuplai air ke ibu kota saat ini hanya terisi sekitar 21 persen.
Iran juga mengalami penurunan curah hujan lebih dari 40 persen dibanding rata-rata jangka panjang.
Dari 31 provinsi di Iran, hanya satu yang tidak mengalami tekanan air.
Menteri Energi Iran, Abbas Aliabadi, menyatakan pihaknya masih berharap agar kebijakan pembatasan air atau penggiliran tidak perlu dilakukan.
Meski begitu, para ahli menilai bahwa solusi jangka pendek seperti proyek pemindahan air baru, desalinasi, dan daur ulang air limbah hanya bersifat sementara.
Solusi jangka panjang memerlukan reformasi ekonomi besar-besaran, seperti mengurangi ketergantungan pada pertanian yang menyerap 90 persen penggunaan air nasional, dan beralih ke sektor jasa serta industri yang lebih efisien secara konsumsi air.
Namun, reformasi tersebut dinilai berat secara politik dan ekonomi, terutama dalam kondisi Iran yang masih dikenakan sanksi internasional.
"Akar masalahnya bukan hanya teknis atau lingkungan, tetapi sangat politis dan sistemik," ujar AghaKouchak.
Untuk saat ini, Iran berharap musim gugur datang lebih cepat dan membawa hujan.
"Jika Teheran bisa bertahan sampai akhir September, maka ada harapan untuk menghindari hari nol," tutup Madani.
(zdm/bac)