Wujud Cinta Ibu untuk Anak Disleksia

Agnes Winastiti | CNN Indonesia
Rabu, 12 Okt 2016 07:15 WIB
Jika anak terdeteksi mengalami disleksia, jangan diberi label bodoh atau malas.
Amalia Prabowo (CNN Indonesia/Agnes Winastiti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berangkat dari memori kecintaan seorang Amalia Prabowo sebagai single mother bagi putranya, Aqil, yang menyandang disleksia, ia pun menulis sebuah buku berjudul Wonderful Life.

Disleksia itu umum dianggap sebagai gangguan terhadap kemampuan belajar seseorang. Untuk mengetahui gejala anak penyandang disleksia, menurut Amalia sebenarnya cukup mudah.

Gejala itu biasanya terlihat nyata dari perilaku dan aktivitas sang anak. Pertama, anak penyandang disleksia sukar membaca dan menulis. Gejala ini yang Amalia temui dari Aqil. Kedua, penyandang disleksia tidak bisa membedakan kiri dan kanan.

"Saat sekolah, Aqil dinyatakan oleh gurunya susah membaca dan berhitung," ujar Amalia kepada CNN Student, beberapa waktu lalu.

Amalia bercerita, kebanyakan orangtua yang mengetahui gejala itu akan memberi label anak itu bodoh dan malas, bukannya mencari tahu. Amalia menyarankan orangtua tak ragu membawa anak ke psikolog, begitu kedua gejala itu terpantau. Langkah berikutnya adalah mencari sekolah yang tepat.

"Itulah yang saya lakukan saat mengetahui Aqil penyandang disleksia, menyandang disleksia bukan berarti seorang anak tak akan punya karya. Hidup mereka pun tetap bisa sama indahnya dengan anak-anak lain. Ibu, jadi peran kunci di sini," tambah Amalia.

Menurut Amalia, anak penyandang disleksia harus dituntun untuk menghadapi masa depannya. Pemikiran ini terbersit dari interpretasi Amalia akan dunia masa depan lain yang dapat digali dari seorang anak penyandang disleksia seperti Aqil.

Amelia mengetahui Aqil penyandang disleksia ketika buah hatinya itu berusia 6 tahun. Sekarang Aqil sudah duduk di bangku kelas 1 SMP. Ketika mengetahui anaknya menyandang disleksia, Amalia mulai memberikan perhatian dan arahan agar minat sang anak tetap dapat tersalurkan.

"Sebelumnya saya arahkan ke wushu, badminton, dan aikido. Namun, itu tidak berlangsung lama," kata Amalia.

Usaha tersebut tak semudah membalik telapak tangan. Dia harus mencoba satu persatu aktivitas, sampai anaknya terlihat cocok dengan bidang gambar.

Perjalanan Amalia mendampingi Aqil menjalani terapi justru membuka mata Ibu 2 anak ini bahwa anak-anak disleksia juga bisa berprestasi. Amalia berpesan, bahwa dalam keterbatasan hidup tetap bisa berwarna dan bermakna, jangan takut dan tetap berdoa. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER