Mengenal Lebih Dekat Disleksia pada Anak

Agnes Winastiti | CNN Indonesia
Rabu, 12 Okt 2016 14:32 WIB
Apa kesamaan antara Alexander Graham Bell, Albert Einstein, dan Leonardo da Vinci? Ternyata mereka sama-sama menunjukkan tanda disleksia lho.
Amalia Prabowo dan putranya, Aqil. (CNN Indonesia/Agnes Winastiti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Apa kesamaan antara Alexander Graham Bell, Albert Einstein, dan Leonardo da Vinci? Selain sama-sama merupakan salah satu figur paling terkenal dalam sejarah dan ilmu pengetahuan, mereka semua juga sama-sama menunjukkan tanda-tanda menderita disleksia lho.

Banyak orang yang menganggap bahwa disleksia dapat mempengaruhi tingkat inteligensi atau kecerdasan penderitanya. Anggapan ini tidaklah benar. Anak dengan tingkat kecerdasan baik rendah maupun tinggi, bisa menderita disleksia.

Disleksia adalah salah satu jenis gangguan atau kesulitan belajar yang umumnya memengaruhi kemampuan membaca serta pengejaan seseorang.

Amalia Prabowo, single mother bagi putranya Aqil yang menyandang disleksia, dan juga penulis buku berjudul Wonderful Life, mengatakan bahwa disleksia adalah gangguan kemampuan membaca dan menulis.

“Disleksia seringkali dianggap sebagai gangguan pada kemampuan membaca, kondisi ini juga meliputi ketidakmampuan dalam menulis dengan baik. Dengan kata lain, disleksia telah dianggap sebagai sebuah gangguan pada kemampuan belajar,” ujar Amalia dalam sebuah acara beberapa waktu lalu.

Disleksia sudah ada sejak waktu yang lama dan sangat umum ditemui di masyarakat. Bahkan, di Amerika Serikat, sekitar 80% dari mereka yang tidak dapat membaca dengan baik dipercayai menderita disleksia. Selain itu, perbedaan etnis, jenis kelamin, dan latar belakang sosioekonomi tidak berpengaruh terhadap kondisi ini.

Rata-rata gejala disleksia akan mulai muncul sejak penderita berusia muda. Mendampingi anaknya, Aqil, sejak umur 6 tahun hingga sekarang aqil sudah berumur 13 tahun, banyak pengalaman dan pengetahuan Amalia akan disleksia.

Menurut Amalia, beberapa gejala disleksia antara lain: kreatif dan pandai, kesulitan dalam membaca dan menulis, pintar dalam berbicara, buruk dalam menulis, terlambat dalam belajar berbicara, kesulitan dalam belajar bahasa baru, terutama bahasa asing, kebingungan dalam menulis dan membaca huruf, kata, dan angka, kesulitan dalam mengikuti kegiatan di sekolah, kesulitan dalam membaca arah, pendengaran yang lebih tajam, khayalan yang kuat, memiliki masalah dengan penglihatan (meskipun hasilnya mungkin sebaliknya), sering disebut kikuk atau memiliki masalah untuk berhubungan sosial, memiliki kemampuan gambar-ruang (visual-spatial) yang baik.

Meskipun telah terdapat berbagai riset dan penelitian tentang disleksia, masih banyak orang yang tidak memahami kondisi tersebut dengan baik.

Berlawanan dengan kepercayaan populer, disleksia bukanlah sebuah tahapan belajar yang dialami oleh anak pada usia tertentu. Salah satunya faktor disleksia adalah keturunan.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki anggota keluarga atau kerabat yang memiliki disleksia, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kondisi tersebut.

Sementara itu, beberapa ahli meyakini bahwa mereka yang menderita disleksia tidak menggunakan bagian otak kiri mereka, bagian yang mengatur kemampuan mengeja dan membaca, dengan semestinya.

Anak-anak yang menderita disleksia dianjurkan untuk menemui seorang ahli terapi bahasa serta seorang psikolog-saraf. Mereka juga sebaiknya menemui konsultan dan guru mereka.

Disleksia dapat berdampak pada sikap dan perilaku mereka terhadap kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Jadi, sangat penting bagi orangtua untuk tidak pernah berhenti mendukung anak mereka untuk terus berlatih menulis, membaca, dan berbicara. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER