Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah membaca artikel Bagong Suyanto, dosen Fisip Universitas Airlangga tentang "Kekerasan Anak di Daerah Meningkat" di Republika 26 November 2016, saya merasa Indonesia akhir-akhir ini adalah ironi. Banyak anak menjadi korban kekerasan oleh orang terdekat dan ada yang berakhir tragis.
Sebelum ke pembahasan, saya ingin menanggapi judul dari artikel yang ditulis Bagong Suyanto, yaitu
Kekerasan Anak di Daerah Meningkat. Menurut saya judul yang digunakan penulis tidak tepat. Karena jika kita perhatikan kekerasan anak diartikan kekerasan yang dilakukan oleh anak seperti tawuran anak SMA. Judul tersebut tidak sesuai dengan isi artikel penulis. Seharusnya judul tersebut menjadi "Kekerasan terhadap Anak di Daerah Meningkat" atau "Kekerasan keluarga meningkat, Anak menjadi korban". Karena isi artikel membahas kekerasan terhadap anak terjadi oleh orang terdekat seperti keluarga.
Sesuai dengan perkataan Bagong: “Salah satu program untuk melindungi hak anak adalah penetapan kota/kabupaten layak anak.” Sebelum ke penetapan kota/kabupaten layak anak, apakah semua pihak terutama orangtua tahu tentang hak-hak anak itu apa saja?
Mungkin kini masih banyak anak yang menikmati masa anak-anak pada umumnya, tapi ada pula anak yang menerima hal yang tidak pantas diterimanya. Seperti kekerasan fisik, psikis, atau seksual.
Bahkan tidak sedikit, anak yang harus merelakan masa anak kecilnya untuk bekerja demi menghidupi keluarganya. Seharunya mereka mendapat fasilitas yang dapat dinikmati seusianya seperti bermain, belajar dan lainnya. Anak harus dijaga bukan jadi pekerja. Sesuai UU Indonesia umur di bawah 18 tahun adalah anak-anak.
Ironis melihat berita akhir-akhir ini Indonesia mengalami kasus kekerasan anak yang semakin meninggi bahkan dari pelaku dari pihak terdekat seperti keluarga.
Sebelum mengadakan program yang dikatakan Bagong, seharusnya semua pihak tahu hak-hak anak meliput apa saja. Jika semua sudah memahami dan dapat melaksanakannya, program penetapan kota/kabupaten layak anak dapat terlaksana dengan sesegera mungkin.
Selain itu, sangat disayangkan Bagong Suyanto tidak menyebutkan kota/kabupaten yang disebutnya sebagai kota/kabupaten layak anak. Apabila salah satu disebutkan, hal tersebut menjadi contoh untuk kota/kabupaten yang akan dijadikan layak anak.
Perlu diketahui, ada sepuluh hak anak yang dibentuk pada 1923 oleh seorang tokoh perempuan yaitu Eglantyne Jebb. Hak ini diciptakan karena keinginan untuk melindungi, memperjuangkan dan menjamin masa depan anak. Saya juga yakin setelah semua pihak mengetahui hak-hak anak, semua akan lebih menjaga anak untuk penerus bangsa lebih baik.
Pertama, hak atas persamaan. Hak ini merupakan hak setiap anak untuk mendapatkan kesempatan untuk tumbuh sewajarnya dan beradaptasi dengan seusianya. Kedua, hak untuk memiliki nama. Tentu setiap anak berhak memiliki nama dan tercatat di dokumen negara untuk memiliki hak kewarganegaraan.
Ketiga, hak memiliki kewarganegaraan. Setelah memiliki nama tentu anak harus memiliki hak kewarganegaraan untuk diakui oleh suatu negara dan dapat dilindungi juga oleh negara. Keempat, hak atas perlindungan. Hak ini sangat perlu diperhatikan dan diingat para orangtua, pihak sekolah dan pemerintah di Indonesia, bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan baik itu fisik, psikis, spiritual dan moral. Hal yang tidak melindungi anak merupakan suatu yang melanggar hak anak. Dengan menjaga anak dengan baik dan sewajarnya merupakan contoh hak atas perlindungan.
Kelima, hak atas makanan. Anak-anak harus dipenuhi kebutuhan utamanya yaitu mendapatkan asupan makanan yang layak, jangan sampai anak terlantar karena tidak mendapatkan asupan. Keenam, hak atas pendidikan. Semua anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan informasi apapun yang didapat, selalu diawasi oleh orangtua atau guru agar informasi tidak menyimpang.
Ketujuh, hak atas kesehatan. Semua anak harus mendapatkan jaminan kesehatan yang layak pula. Jangan membiarkan anak tergeletak tak berdaya, harus segera dibawa ke ruang kesehatan apabila dia sakit dan membutuhkan pertolongan lebih lanjut. Kedelapan, hak atas rekreasi. Hak ini perlu anak rasakan, terutama rekreasi bersama keluarga agar hubungan anak dengan orangtua lebih harmonis. Hal ini juga dapat mencegah kekerasan pada anak.
Kesembilan, hak bermain. Anak-anak pada umumnya selalu bermain karena dari bermain anak dapat sebuah pengetahuan baru dan mengenal dunia luar. Terakhir, hak atas peran dan keterlibatan dalam pembangunan. Hak ini bermaksud untuk anak dapat mengambil keputusan sendiri tentunya dalam pengawasan orangtua.
Yang pada awalnya orangtua atau orang-orang mengabaikan hak anak dan menganggapnya hal sepele.
Kini setelah mengetahui sepuluh hak anak ini, kekerasan pada anak menurut saya akan berkurang karena muncul kepedulian untuk menjaga anak dalam situasi dan kondisi apapun. Sebagai orangtua khususnya tentu ingin menjaga anak sebaik mungkin karena anak adalah titipan dari Tuhan.
Akan tetapi, ada hal yang perlu diwaspadai yaitu emosional yang tidak terkendali. Hal ini dapat merusak semua yang ada di depan mata dan berakibat buruk jika anak melihat.
Maka dari itu, untuk para orangtua atau rekan terdekat jangan terlarut-larut oleh emosi karena emosi akan menggelapkan pikiran sehat.
Mengetahui hak anak membuat siapapun tak seenaknya melakukan suatu yang menyimpang kepada anak. Selain itu, melihat tingginya kasus kekerasan pada anak menurut saya setelah mengetahui hak-hak anak kasus kekerasan terhadap anak secara perlahan akan menyusut ditambah dengan program kota/kabupaten layak anak.
Tinggal konsep yang diperkuat untuk melaksanakan program ini. Maka, tidak hanya pemerintah dan stakeholder yang turun tangan tapi kita semua, untuk memberantas kasus kekerasan anak di Indonesia. Mari saling mengingatkan betapa anak sangat dibutuhkan untuk masa depan sebagai penerus negara dan agama. Dengan begitu, didiklah anak sebaik mungkin agar nanti kelak dia dewasa kebaikan selalu bersamanya.
(ded/ded)