Kau Tak akan Terganti, Ibu

CNN Indonesia
Selasa, 09 Mei 2017 14:23 WIB
Ia cinta pertamaku, cinta yang hadir saat pertama mataku melihat dunia. Dia, ibuku.
Foto: VaniaRaposo/Pixabay
Jakarta, CNN Indonesia -- Dengan perjuangan ia pertaruhkan nyawa saat melahirkanku. Ia cinta pertamaku, cinta yang hadir saat pertama mataku melihat dunia. Ia guru pertama yang mengajariku banyak hal tentang dunia. Malaikat yang Allah berikan sebagai pelindung yang siap 24 jam menjagaku. Dia adalah Ibuku.

Selama sembilan bulan aku dikandungnya. Lelah yang mengintai tak akan membuatnya merasa terbebani. Ikhlas dalam setiap langkah yang ia jalani untuk menunggu sang buah hati lahir. Mempertaruhkan nyawa dengan seluruh kemampuan nurani hingga sang buah hati terlahir di dunia.

Kesakitan seolah berubah menjadi bahagia saat sang buah hati lahir. Perjuangan yang ia berikan tak akan bisa terbayarkan dengan nominal apapun. Kasih sayangnya tak akan pernah bisa terbalaskan.

Di setiap hari ia selalu bangun lebih lebih awal sebelum matahari menampakkan sinarnnya dari ufuk timur. Ia menyiapkan sarapan, membangunkanku salat, sampai kami, anak-anaknya berangkat pergi untuk melakukan kegiatan. Ia yang selalu membimbing dengan penuh ketulusan. Tanpa kenal lelah ia selalu berusaha menjadi yang terbaik untukku sekeluarga.

Ia tidak pernah melupakan perannya sebagai ibu rumah tangga. Walaupun ia sibuk mengabdi sebagai guru Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) namun ia tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu.

Aku bangga mempunyai ibu sepertinya. Ia bukan hanya membimbing kami melainkan untuk ribuan anak di luar sana. Ia bukan hanya sekadar ibu rumah tangga namun pahlawan tanpa tanda jasa yang akan terkenang sepanjang masa. Dengan ketulusan yang kau berikan, saat balita kau ajarkan aku berbicara, berjalan, membaca, dan menulis. Engkau lah guru pertamaku.

Setiap manusia pasti pernah mengeluh. suatu waktu aku merasa lelah kuliah karena jarak dari rumah ke kampus itu cukup jauh, ditambah lagi dengan tugas yang tiada akhir. Lalu disaat itulah ia ajarkan caranya untuk bangkit. Ia yang selalu memotivasiku untuk selalu bangkit sesulit apapun keadaan karena jika bangkit itu sulit bukankah jatuh itu lebih sakit?.

Semakin bertumbuh dewasa rasa gengsiku semakin besar. Aku yang tak berani mengungkapkan bahwa aku menyayanginya, merindukannya, aku membutuhkannya di setiap embusan nafasku, aku membutuhkan sosok bidadari seperti ibu.

Di usianya yang kini tak lagi muda, tampak guratan lelah di wajahnya. Namun senyumnya tak pernah pudar, cahaya kasihnya selalu memancar menghiasi wajahnya. Ia lah wanita kuat yang tegar dalam menghadapi permasalahan yang menimpanya. Tanpa pernah mengeluh lelah sedikit pun ia ajarkan aku arti ketulusan hidup. Tanpa kenal rasa bosan untuk selalu menasihatiku di kala aku tenggelam dalam dunia yang fana, dalam dunia yang bebas.

Dalam diam aku memandanginya, berkata di dalam hati apa jadinya jika aku hidup tanpa sosok bidadari sepertinya. Hati yang kokoh meski bentakan selalu terlontar kepadanya.

Aku yang tidak pernah sabar menghadapinya jika ia membutuhkan bantuan, seperti meminta aku untuk mengajarkan cara menggunakan laptop, handphone dan membantunya melakukan pekerjaan rumah. Tanpa rasa berdosa aku lontarkan bentakan karena ia lambat dalam merespon perkataanku.

Ia yang selalu memaafkan meski aku berulang-ulang membuat kesalahan. Dengan segala keegoisanku, aku buat hatinya terluka atas ucapanku yang terkadang tak sabar menghadapi celotehannya. Ibu, maafkan aku.

Walau terkadang emosi yang diluapkannya sangat membuatku kesal dan marah namun aku yakin jauh di lubuk hatinya ia menyimpan rasa sayang yang tak bisa tergantikan oleh siapapun. Aku yakin amarahnya bukan meluapkan kebencian namun kasih sayang agar aku tetap menjadi anak yang berbakti.

Aku suka bertukar cerita dengannya tentang kegiatan sehari-hari, tak jarang ia berikan nasihat agar aku menjadi orang yang bernilai. Bukan hanya menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain tetapi juga orang yang taat pada agama. Celotehnya membuatku paham bahwa hidup tak sekadar hanya tidur, bangun, makan, minum seperti binatang yang hanya hidup seperti itu. Namun hidup lebih dari itu, perlu bersosialisasi, beribadah, beramal saleh, saling bersilaturahmi dan lain-lain.

Silaturahmi menjadi bagian penting untuk keluargaku. Ibu selalu mengajarkanku bahwa mengunjungi saudara lebih penting dari semua kesibukan yang dijalani. Sesibuk apapun aku, sebanyak apapun kerjaan yang menungguku, aku harus bisa menyempatkan waktu untuk bersilaturahmi kepada saudara. Tak apa gaji dipotong karena tak masuk kerja, yang terpenting silaturahmi tak pernah putus karena silaturahmi membuat kita mengenal banyak orang diluar sana.

Kau bagai air yang mengalir deras di sungai, sederas apapun terjangan kau tetap tenang dalam menjalani lika-liku kehidupan. Kau Bagai ombak menjulang tinggi, setinggi apapun ombanya aku yakin ia menciptakan keindahan untuk lautan. Kau bagai mercusuar tinggi yang tampak menjulang mempesona. Kau jadikan aku seseorang yang berani menunggangi ombak tinggi hingga bisa mencapai pesisir pantai.

Ibu, percayalah kau harta paling berharga yang tak bisa ternilai dengan nominal apapun. Kau tak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Akan kuperjuangkan cita-cita yang menjadi inginmu. Agar kau bisa menikmati masa tuamu dengan kebutuhan yang tercukupi. Meski materi bukanlah segalanya akan ku ciptakan kebahagiaan dengan caraku sendiri. Aku mencintaimu, Ibu
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER