Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengkritik penyerapan anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang rendah selama dua tahun kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurutnya serapan anggaran Pemprov DKI 2015 yang hanya 68 persen dan 34 persen pada 2016 hingga November itu merupakan salah satu kendala mengatasi berbagai persoalan di Jakarta, termasuk banjir.
"Ada program, ada dananya. Kalau program terlaksana, dananya terpakai. Kalau program tidak terlaksana, dananya tidak terpakai," kata Anies di Jakarta, Selasa (29/11).
Anies mencontohkan program penanggulangan banjir yang digagas Pemprov DKI tidak berjalan optimal. Ia mencontohkan, pembangunan gorong-gorong belum terealisasi.
Penyerapan anggaran yang rendah ini, kata Anies, menandakan ketiadaan pemantauan dan pengawasan pimpinan Pemprov DKI Jakarta terhadap program yang telah disusun.
"Kalau dibiarkan begitu saja, yang rugi siapa? Rakyat. Apalagi 34 persen (penyerapan anggaran) itu sudah termasuk pengeluaran rutin, gaji. Bayangkan betapa kecilnya program yang dijalankan," ujar Anies.
Mantan Menteri Pendidikan itu juga berkata, keterlambatan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran, lambatnya penerbitan juklak dan juknis pelaksanaan kegiatan, hingga kekhawatiran pejabat untuk mengeksekusi program yang telah dicanangkan menjadi beberapa faktor menentukan penyerapan anggaran yang rendah.
Bukan sekali Anies melontarkan kritik terhadap kinerja Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Ahok selaku calon petahana. Selain penyerapan anggaran yang rendah, Anies juga pernah mengkritik cara penggusuran di era Ahok, hingga pelarangan Kartu Indonesia Pintar diterima siswa di Jakarta.
Pada triwulan II 2016, penyerapan dana APBD DKI Jakarta mencapai 33 persen atau setara Rp19,8 triliun. Serapan itu meningkat dibanding tahun 2015 sebesar 22,5 persen atau Rp13,4 triliun.
Serapan anggaran itu berjalan lambat. Lantaran memasuki akhir triwulan IV, per 22 November 2016, realisasi penyerapan anggaran baru mencapai 50,2 persen dari Rp62,9 triliun. Padahal Pemprov DKI Jakarta menargetkan bisa menyerap 90 persen anggaran di akhir tahun.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan DKI Jakarta Tuty Kusumawati menyebut, minimnya penyerapan anggaran karena beberapa proyek belum dibayarkan. Proyek itu baru dibayar menjelang akhir tahun.
Selain itu, juga terdapat proyek pembangunan dan rehabilitasi sekolah serta rumah susun yang dihentikan karena kontraktor nakal. Kendala pembebasan lahan juga menjadi salah satu penyebab anggaran tertahan.
Sementara pada 2015, Pemprov DKI Jakarta menyerap 70 persen dari total anggaran sebesar Ro68,28 triliun.
(abm/rdk)