Jakarta, CNN Indonesia -- Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dianggap gagal mengalahkan pasangan Ahok-Djarot pada debat terbuka I yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum DKI, pekan lalu.
Pandangan tersebut disampaikan pengamat politik Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Syamsuddin Haris. Menurut Haris, Ahok-Djarot lebih unggul karena agenda program yang mereka tawarkan bagi warga ibu kota.
"Pemenang debat pertama, soal program (kebijakan) yang menang paslon dua. Soal penampilan lebih fasih (bicara) nomor satu (Agus-Sylvi)," ujar Haris di Kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kamis (19/1).
Menurut Haris, debat seharusnya dijadikan sebagai momentum bagi pasangan non petahana untuk menawarkan alternatif program yang tak mampu diberikan Ahok-Djarot selama ini.
Ia mengakui selama debat berlangsung, beberapa program kerja alternatif sempat ditawarkan kedua pasangan cagub dan cawagub itu. Namun, program yang ditawarkan dipandang tak rasional untuk diterapkan.
Haris mencontohkan, program usulan pembuatan kampung apung yang dimiliki Agus-Sylvi sebagai salah satu kegiatan tak rasional. Namun, sayangnya tak ada penjelasan detail ihwal konsep tersebut saat debat I diselenggarakan pekan lalu.
"Padahal yang dibutuhkan (untuk mengatasi banjir) adalah, apakah sungai Ciliwung ditutup saja dan dipindahkan ke tempat lain? Atau misal dibuat kanal? Atau apalah," kata dia.
Haris melanjutkan, "dulu juga saat zaman Fauzi Bowo sudah dimulai gagasan pembangunan danau-danau untuk mewadahi Ciliwung sebelum sampai ke laut. Nah, ini tidak muncul di paslon penantang nomor satu dan tiga."
Peta pemenang debat Pilkada dapat berubah di acara serupa yang akan diselenggarakan 27 Januari dan 10 Februari mendatang. Namun, kata Haris, perubahan dapat muncul jika masing-masing peserta Pilkada belajar dari debat yang sudah terselenggara pekan lalu
Pandangan lain diberikan Direktur Populi Center Usep S Ahyar. Menurutnya, ada tiga hal yang menentukan penilaian debat terbuka pada Pilkada. Ketiga hal tersebut adalah substansi, penampilan, dan perilaku pemilih.
Usep memandang, substansi gagasan yang dibawa peserta Pilkada mampu mempengaruhi pilihan pemilih rasional. Sementara, penampilan yang menarik dari peserta Pilkada juga penting untuk menjadi bahan pertimbangan pemilih.
Namun, Usep melihat faktor substansi dan penampilan tak akan bisa mempengaruhi preferensi pemilih loyal. Menurutnya, hingga Desember 2016 ada 66 persen pemilih loyal yang terdata berdasarkan survei internal lembaganya.
"Kalau pemilihnya
loyal voters itu justru malah menutup objektifitasnya. Jadi, bagi
loyal voters sebagus apapun debat akan menjadi ledekan," tutur Usep.