Jakarta, CNN Indonesia -- Pertarungan para kandidat dalam bentuk debat di rangkaian kampanye Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 digelar Jumat malam ini (27/1).
Ketiga pasangan calon sejak jauh hari mempersiapkan diri untuk bisa tampil maksimal dalam debat yang diselenggarakan KPUD DKI bertema reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan pengelolaan kawasan perkotaan.
Tema debat kali ini lumayan akrab dengan kandidat nomor urut pertama dan kedua. Calon wakil gubernur Sylviana Murni dari nomor urut satu, berpengalaman 31 tahun menggeluti dunia pegawai negeri sipil di DKI Jakarta.
Beberapa posisi penting di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun pernah diemban oleh Sylviana, mulai dari Kepala Dinas Pendidikan, Wali Kota Jakarta Pusat, pelaksana kebijakan Wali Kota Jakarta Barat, hingga Kepala Satpol PP DKI Jakarta. Terakhir, sebelum memutuskan mengundurkan diri, Sylviana menjabat posisi eselon satu sebagai Deputi Gubernur bidang Pariwisata dan Kebudayaan.
Jejak karir Sylvi akan menguntungkan kandidat dalam debat pada Jumat (27/1) mendatang. Hal ini disadari oleh calon gubernur Agus Harimurti Yudhoyono.
"Ingat, saya punya Mpok Sylvi. Mpok Sylvi 31 tahun di birokrasi Pemda DKI Jakarta dan beliau tak hanya tahu persis apa yang terjadi 5 tahun terakhir tapi juga masa-masa sebelumnya," kata Agus.
Adapun pasangan nomor urut dua, baik Basuki Tjahaja Purnama maupun Djarot Saiful Hidayat sudah memiliki pengalaman birokrat yang mumpuni sebagai pasangan petahana di Pilkada DKI ini. Bahkan, Ahok pernah mendapatkan predikat gubernur terbaik versi majalah Globe Asia.
Untuk persiapan debat Jumat mendatang, Ahok mengatakan akan mengumpulkan data-data dari yang sudah dia kerjakan selama ini. Menurutny, meskipun ada beberapa program yang belum selesai, tapi setidaknya itu bisa disampaikan agar jika terpilih kembali program itu bisa diselesaikan.
"Kami siapkan data, kan kami yang kerjakan," kata Ahok.
Bila dalam debat nanti kandidat lawan menyerang program yang belum selesai, Ahok siap menerima kritik. Bagi dia ajang debat dapat digunakan sebagai masukan dari kekurangan dari program yang selama ini dijalankan.
"Kami harapkan pasangan calon lain yang punya ide mereka bisa membantu kami," ujar dia.
Bagaimana dengan pasangan nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno? Status Anies yang pernah menggeluti dunia birokrasi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan setidaknya dapat menjadi senjata menghadapi dua lawannya nanti.
"Pak Anies sudah membuktikan bisa menggerakkan birokrasi, saat menjadi menteri serapan anggaran sampai 94 persen tanpa pengecualian dari laporan keuangan BPK," kata Sandiaga, calon wakil gubernur nomor urut tiga.
Anies menyatakan sudah siap untuk menghadapi debat kedua dan akan menyoroti masalah pelayanan publik di mana pemerintah sudah seharusnya menjamin pemenuhan hak dasar para warga.
"Jangan sampai ada hanya sekelompok warga yang dilayani, kami akan bersiap untuk lebih baik dari kemarin," kata Anies.
Menurut Anies, dia akan menawarkan pembukaan akses digital anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bagi warga Jakarta.
Sementara itu penampilan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta di panggung debat terbuka dianggap tak berdampak signifikan terhadap elektabilitas mereka. Pendapat itu disampaikan peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Ja, Adrian Sopa, Selasa (24/1).
Anggapan debat tak berpengaruh besar terhadap elektabilitas cagub dan cawagub disampaikan berdasarkan hasil kajian dan survei yang dilakukan LSI Denny JA. Menurut Adrian, debat terbuka tak banyak berpengaruh terhadap preferensi pemilih, terutama bagi pemilih yang telah menentukan pilihan.
"Tetapi debat sebagai sebuah sarana pencerdasan masyarakat dan sarana meminimalisir konflik, harus dilakukan. Kemudian kita juga ingin melihat pengaruhnya terhadap masyarakat," ujar Adrian di Kantor LSI Denny JA.
Kini, kita tinggal melihat saja nanti bagaimana pertarungan para kandidat dalam debat cagub kedua. Debat nanti akan dimoderatori oleh Tina Talisa dan Eko Prasodjo. Tina pernah menjadi pembaca berita di sejumlah televisi swasta. Sementara Eko adalah guru besar Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Politik dan Sosial Universitas Indonesia.