Warga Akuarium: Kami Digusur, Tapi Juga Didata untuk Pilkada

CNN Indonesia
Sabtu, 18 Feb 2017 13:51 WIB
Petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) kesulitan melakukan pendataan karena warga kampung Akuarium kurang merespons dengan baik. Mereka trauma digusur.
Warga mempertahankan kubah mushola saat penggusuran berlangsung di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masih terlihat jelas puing-puing sisa penggusuran di Kampung Akuarium, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Di sana juga tampak tenda-tenda besar, beberapa rumah semi permanen dari potongan tripleks.

Beberapa penduduk tidak beranjak dari lokasi penggusuran. Mereka masih ingin kampungnya dibangun kembali, salah satunya Asmawati.

"Saya dari Padang, ini sudah seperti kampung sendiri, saya ingin kampung dibangun lagi," katanya saat ditemui di Kampung Akuarium pada Jumat (17/2).

Ia yang sudah puluhan tahun berdagang, kini terpaksa menganggur dan hanya bergantung dari penghasilan sang suami, Zulwandri, yang bekerja sebagai penjahit di daerah Jembatan Lima.


Sebelum digusur, ia berjualan makanan ringan dan minuman. Dulu, kata Asmawati, ada banyak wisatawan asing yang mampir kiosnya. Wisatawan ini juga memberikan keuntungan bagi pemilik perahu yang minta diantar ke pelabuhan Sunda Kelapa.

"Dulu banyak bule-bule, mampir gitu. Minuman tanggung, biasa jual Rp3 ribu, saya jual ke mereka goceng (Rp5 ribu)," katanya sembari mengenang.

Kini, semua tinggal kenangan. Tidak seperti warga lain, ia memilih bertahan. Ia berpikir dua kali untuk pindah ke rusun. Walau tiga bulan pertama bebas biaya, ia merasa tidak mampu membayar sewa di bulan-bulan berikutnya.

"Rumah susun tiga bulan gratis. Habis dirubuhin, duit dari mana? Pemerintah enggak punya hati nurani," ucapnya mengeluh.

Asmawati hanya bisa meratapi puing rumahnya dari kejauhan (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnawati)Foto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari
Asmawati hanya bisa meratapi puing rumahnya dari kejauhan (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnawati)
Seperti Asmawati, Tarmi juga memilih bertahan. Warung soto tempat ia berjualan juga menjadi tempat tinggal dia dan keluarganya. Di warung itu dia tinggal bersama Kasmuji sang suami dan keempat anak mereka.

"(Saya) sudah di sini sejak 1986, dari soto harga Rp300 sampai (sekarang) Rp13 ribu," kata Tarmi saat ditemui di warung sotonya.


Sebelum penggusuran, ia mampu meraih omzet sampai Rp3,5 juta. Sekarang hanya sekitar Rp200 ribu - Rp 300 ribu. Tarmi menyayangkan penggusuran dilakukan tanpa sosialisasi ataupun musyawarah terlebih dahulu dengan warga.

"Pendataan sama SP (Surat Peringatan) satu hari, 11 hari ke depan dibongkar, saya masih ingat itu, 11 April," ucapnya.

Berharap Gubernur Baru

Pilkada serentak kemarin menjadi momen untuk menyuarakan aspirasi warga, yakni memilih pemimpin yang mereka yakini bisa membawa kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan informasi yang didapat, pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno menang di dua TPS yang sebagian besar pemilihnya adalah warga yang terkena penggusuran.

Ketua RW 04, Muhammad Arfah mengatakan, ada empat TPS di RW 04, yakni TPS 16, TPS 17, TPS 18 dan TPS 19. Namun, warga korban gusuran lebih banyak di dua TPS, yakni TPS 16 dan TPS 17.

"(Korban) Relokasi fokus di TPS 16 dan TPS 17," kata Arfah saat ditemui di kediamannya Jalan Kembung, Penjaringan, Jakarta Utara.


Anies-Sandi menang di TPS 16 (502 DPT) dengan perolehan 271 suara, disusul Ahok-Djarot dengan 114 suara dan Agus-Sylvi sebanyak 31 suara. Sedangkan di TPS 17 (422 DPT), paslon nomor urut tiga ini menang jauh dibanding dua saingannya dengan perolehan 249 suara, sedangkan Ahok dan Agus masing-masing hanya 54 suara dan 16 suara.

Menurut Arfah, kedua TPS ini perlu perhatian khusus. Pasalnya petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) sempat kesulitan melakukan pendataan karena warga kurang merespons dengan baik. Menurutnya, hal itu terjadi akibat mereka masih trauma dengan relokasi.

"Mungkin mereka (korban gusuran) berpikir, kami digusur tapi terus didata juga buat pilkada, maunya apa," ujarnya.

Warga RT 12 sekaligus warga korban gusuran yang masih bertahan, Topas Juanda menuturkan saat itu pemungutan suara di TPS 16 sangat padat pada pukul 12.00 WIB ke atas. Topas yang juga saksi luar dari Partai Gerindra ini menuturkan, sebanyak 62 orang datang dari apartemen.

"Banyak yang di luar DPT berbondong-bondong. Katanya beralamat di apartemen Mitra Bahari. Tapi benar enggaknya kami enggak tahu," kata Topas.


Asmawati dan Tarmi yang mencoblos di TPS 17 juga bertanya-tanya soal banyaknya warga di luar DPT yang datang. Kendati demikian, Asmawati mengatakan pemungutan suara berjalan aman, lancar dan tertib.

Asmawati yang awalnya enggan menyebutkan pilihannya, akhirnya buka suara bahwa ia memantapkan hati memilih paslon nomor tiga. Tidak ada harapan lain kecuali berdirinya kampung mereka kembali.

"Mantap karena membela rakyat ini, mau mbalikin kampung ini," ucapnya.


Sepakat dengan Asmawati, Tarmi juga dengan tegas mengatakan mendukung Anies-Sandi. Ia menuturkan paslon ini datang berkunjung dua kali ke kampung mereka. Sebelumnya, Prabowo Subianto juga mengunjungi warga setempat seminggu pasca-penggusuran.

"Prabowo ke sini, menangis karena kampung yang bersejarah sudah hancur," kata Tarmi.

Asmawati mengatakan tenda-tenda besar yang kini menaungi warga adalah pemberian Prabowo. Menurutnya, Prabowo meminta warga untuk bertahan. Kemantapan hati Asmawati untuk menaruh harap pada paslon nomor tiga ini juga ia wujudkan saat proses pencoblosan.

"Saya mau nyolok, saya baca bismillah, (lalu) coblos pecinya. Saya panggil dia, pak mudah-mudahan bapak menang," tuturnya.

Warga masih bertahan di antara puing sisa gusuran (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnawati)Foto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari
Warga masih bertahan di antara puing sisa gusuran (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnawati)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER