Jakarta, CNN Indonesia -- Tahapan putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta akan digelar dalam waktu satu pekan lagi. Pencarian dukungan suara demi mendapat nilai kemenangan minimal 50 persen plus satu pun sudah dilakukan sejak kini.
Ada dua sumber suara yang menjadi target pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran dua nanti. Pertama adalah suara warga yang pada putaran pertama lalu tidak menggunakan hak suaaranya atau golongan putih (golput). Kedua adalah suara warga pemilih Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
Suara golput sangat signifikan yakni 24,25 persen. Jumlah ini bahkan melebihi perolehan suara yang didapat Agus-Sylvi yang mendapat 17,05 pesen.
Namun suara golput ini dinilai sulit untuk diraih. Pasalnya, warga yang golput memang tidak ingin berpartisipasi dalam pilkada. Berbeda dengan suara pendukung Agus-Sylvi yang memang berminat untuk menggunakan hak pilihnya.
Sebagai catatan, dari sekitar 13 ribu tempat pemungutan suara yang ada, Agus-Sylvi hanya menang di 245 TPS yang terkonversi menjadi 17,05 persen.
Sementara pasangan Ahok-Djarot berada di posisi teratas dengan perolehan suara 42,99 persen atau 2.364.577 suara. Anies-Sandi berada di posisi kedua dengan perolehan 39,95 persen atau 2.197.333 suara.
Melalui hitung-hitungan kasar, Ahok-Djarot hanya perlu menarik suara Agus-Sylvi sebanyak 9 persen untuk kembali menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
Sedangkan Anies-Sandi harus mengeluarkan tenaga sedikit lebih banyak karena mereka membutuhkan setidaknya 11 persen suara untuk menambah perolehan suara.
Ini dengan asumsi pemilih dua pasangan ini tidak mengalihkan dukungannya pada putaran kedua nanti.
Terkait dengan peluang perebutan suara dalam putaran kedua, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandez mengatakan, debat di putaran kedua akan menjadi penentu.
"Jika kandidat bisa tampil dengan baik pada penguasaan masalah, retorika, dan pesannya mampu diserap oleh pemilih maka dia yang bisa mendapatkan suara," kata Arya kepada
CNNindonesia.com.
Pascakekalahan di putaran pertama, empat partai pengusung Agus-Sylvi belum menentukan sikap resminya. Namun sejumlah elemen partai telah memberikan kode akan memberikan suaranya ke salah satu pasangan.
Partai Amanat Nasional misalnya, meski Zulkifli Hasan selaku ketua umum belum menyatakan sikap sudah banyak kader yang menyatakan bahwa pilihan mereka akan jatuh ke pasangan Anies-Sandi.
Demikian juga dengan elemen Partai Kebangkitan Bangsa tingkat cabang di DKI Jakarta sudah ada yang memberikan indikasi serupa.
Sementara relawan-relawan yang tadinya memberikan dukungan ke Agus-Sylvi sudah lebih dulu menyatakan akan memberikan suara pada Anies-Sandi.
Namun Arya menilai, deklarasi dini seperti itu dianggap tak akan berpengaruh banyak pada peralihan suara di putaran dua. Ia tetap berpandangan bahwa debat menjadi hal yang paling krusial.
"
Endorsement tokoh-tokoh atau deklarasi tokoh partai pada dua pasangan itu juga tak akan terlalu berpengaruh," kata Arya.
 Dukungan tokoh politik tak cukup bagi kandidat meraup suara besar. (Gibran Maulana Ibrahim/detikcom) |
Apa Kabar AHY dan Demokrat?Di saat banyak elemen sudah mulai mengalihkan dukungannya, Agus Yudhoyono sendiri hingga kini masih belum bersikap. Tak hanya Agus, Partai Demokrat selaku pengusung utama pun masih diam seribu bahasa.
Melalui Sekretaris Jenderalnya, Hinca Pandjaitan, Partai berlambang bintang mercy itu mengaku masih belum waktunya untuk mengumumkan ke mana arah dukungan pada putaran kedua.
Hinca menganggap Partai Demokrat kali ini layaknya seorang anak gadis yang menjadi incaran dari banyak pihak. Menurutnya, koalisi partai pendukung Basuki-Djarot ataupun Anies-Sandi sangat ingin agar partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu segera menentukan pilihannya.
Namun dengan lantang Hinca berkata bahwa hingga kini ajakan koalisi dari partai-partai lain belum ada satupun yang diterima. Partai Demokrat memilih menunggu hasil rekapitulasi suara resmi dikeluarkan oleh KPU RI sebelum menentukan sikap.
Agus juga begitu. Anak sulung SBY ini mengatakan masih berhitung berbagai kemungkinan yang ada jelang putaran kedua nanti.
"Saya lihat situasi dan perkembangan, saya punya hitungan sendiri," ujarnya.
Melihat geliat Agus dan Demokrat yang masih mengambang seperti itu, Arya Fernandez mengatakan bahwa kemungkinan Agus ataupun Demokrat mengambil jalur netral sangat terbuka lebar.
Netral atau oposisi atau tak memilih salah satu di antara dua pasangan yang ada seakan menjadi hal yang familiar di tubuh Partai Demokrat. Pengalaman di 2014 membuktikan bahwa partai tersebut terbiasa berdiri di tengah dan mengklaim netral.
"Jika melihat tipikal Demokrat dan Cikeas, mungkin mereka akan memilih netral alias tak bersikap," kata Arya.
Namun terlepas dari itu semua, Arya menganggap bahwa ke mana pun pilihan Agus atau Demokrat nanti itu belum tentu akan diikuti oleh para simpatisannya yang berdomisili di DKI Jakarta.
Arya mencatat bukan hanya Demokrat tapi partai-partai pendukung Agus-Sylvi tak memiliki basis yang begitu kuat di DKI Jakarta. Dalam artian lain, simpatisan partai-partai itu tak memiliki loyalitas yang sangat mendalam sehingga bisa saja mereka memiliki pilihan yang berbeda dengan yang dijalankan partai.
Berkaca pada hasil di putaran pertama, Arya mengatakan bahwa partai pendukung Agus-Sylvi tak memiliki simpatisan yang loyal dan itu akhirnya berimbas pada jebloknya perolehan suara pasangan nomor urut satu tersebut.
"Efek elektoral partai pendukung Agus-Sylvi tak besar karena pemilih di Jakarta tak loyal. Banyak pemilih dari partai pendukung tak dominan ke mereka tapi lari ke kandidat lain," kata Arya.
(sur/yul)