Keistimewaan Jakarta dalam Pilkada Serentak 2017

CNN Indonesia
Selasa, 28 Feb 2017 07:09 WIB
Pilkada DKI berbeda dengan 100 daerah yang turut menggelar Pilkada serentak karena hanya Jakarta yang menggelar dua kali putaran.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilihan Kepala Daerah 2017 di DKI Jakarta berbeda dengan ajang serupa yang digelar di 100 daerah lain. Salah satu keunikannya, hanya Pilkada ibu kota yang harus digelar hingga dua putaran tahun ini.

Pelaksanaan Pilkada hingga dua putaran tidak terjadi begitu saja. Untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, calon pemimpin harus mendulang dukungan lebih dari 50 persen saat hari pemilihan.

Kewajiban tersebut tercantum pada Pasal 11 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota NKRI. Pasangan cagub dan cawagub yang meraih suara lebih dari 50 persen sah menjadi pemimpin ibu kota selama lima tahun.

Jika tak ada cagub dan cawagub yang meraih suara lebih dari 50 persen, putaran kedua Pilkada DKI wajib diselenggarakan.

"Penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan menurut persyaratan dan tatacara yang diatur dalam peraturan perundangundangan," demikian bunyi ayat 3 Pasal 11 UU DKI Jakarta.
Pada Pilkada di daerah lain, pasangan calon pemimpin hanya perlu meraih suara terbanyak untuk menjadi pemenang. Tak perlu ada putaran kedua yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Daerah lain, meski selisih dukungan antar kandidat tipis pasca rekapitulasi pemungutan suara dilakukan.

Hal tersebut sesuai dengan isi Pasal 107 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Komisioner KPU RI Sigit Pamungkas beberap waktu lalu menyebut Pilkada untuk daerah di luar DKI menganut sistem First Pass The Post (FPTP).

FPTP adalah sistem pemilihan di mana calon legislator atau kepala daerah peraih suara terbanyak dapat keluar menjadi pemenang. Sistem itu tak memandang berapa raihan minimal yang harus diperoleh kandidat untuk menjadi pemenang.

Jika raihan suara antarcalon kepala daerah sama, pemenang ditentukan berdasarkan komposisi dukungan yang mereka raih saat Pilkada.

"Pasangan calon yang memperoleh dukungan pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 107 UU Pilkada.
Perhatian Berlebih

Keunikan Pilkada DKI juga terdapat pada besarnya perhatian publik dalam pesta lima tahunan itu. Sorotan masyarakat di perhelatan Pilkada 2017 DKI Jakarta seakan menutup keberadaan pemilihan serupa di 100 daerah lain.

Besarnya sorotan publik pada Pilkada DKI sempat menuai kritik dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS). Oleh karena perhatian terhadap Pilkada DKI begitu besar, pantauan terhadap pemilihan di 15 daerah rawan konflik sempat terbengkalai.

Belasan daerah yang dianggap tak mendapat perhatian cukup pada Pilkada 2017 adalah Aceh, Banten, Banggai Kepulauan, Buol, Buleleng, Bombana, Gorontalo, Jepara, Jayapura, Kolaka Utara, Mesuji, Pati, Payakumbuh, Pekanbaru, dan Takalar.

"Perlu ada perluasan informasi hal-hal apa saja yang akan dikembangkan, diperbaiki, dan ditingkatkan dari pengelolaan sebuah daerah oleh para kandidat," ujar Wakil Koordinator KontraS Puri Kencana Putri beberapa waktu lalu.
Sorotan massal diprediksi kembali tertuju ke ibu kota jelang 19 April mendatang. Karena mendapat perhatian utama, putaran kedua Pilgub DKI akan dijadikan proyek KPU dan Badan Pengawas Pemilu RI untuk menakar kualitas Pilkada.

"Kami ingin menjadikan ronde kedua Pilkada DKI sebagai proyek nasional, dalam arti proyek kampanye perbaikan sistem KPU dan Bawaslu. Kedua, kami ingin jadikan ini lahan kampanye peningkatan partisipasi pemilih, waktu cukup sampai April," kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie di Kantor DKPP, Jakarta.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER