Mungkin, ini waktu yang tepat pula melihat apa yang terjadi pada korban penggusuran dari Kampung Pulo.
Ada Gunawan yang kehilangan pelanggan untuk jasa perbaikan perangkat elektroniknya. Iwan Setiawan yang terpaksa meminjam uang dari rentenir untuk modal dagang sotonya. Dan Hendri Yaneppi, dengan beban lebih berat dibandingkan dengan kehidupan sebelum pindah ke Rusunawa Jatinegara Barat.
“Yang bilang enak tinggal di rusun, berantem sama saya,” kata Gunawan.
“Kayak kendaraan taksi
aje,” kata Iwan. “Tahu sendiri naik taksi, buka pintu ada argonya. Kami mikir ke situ tiap
bulannye.”
 Sebagian warga Kampung Pulo menagih janji Joko Widodo saat menjadi gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu, sebelum penggusuran dilakukan. ( CNN Indonesia/Anugerah Perkasa) |
Sebagian korban terus mempertanyakan janji Jokowi saat bertemu mereka, hampir lima tahun silam. Dari sosok yang dahulu sebagai gubernur DKI Jakarta, hingga Jokowi sebagai presiden. Nasib mereka, macam pelanduk yang mati di tengah-tengah pertarungan dua gajah atau lebih.
Tetapi kali ini, Jokowi bisa jadi masih memikirkan hal lain.
Dia menginginkan Indonesia justru mampu menunjukkan kondisi perekonomian—yang tak terpuruk—saat menjadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia pada 2018 kelak.
“Pertemuan ini,” demikian Jokowi saat memimpin Rapat Terbatas akhir Februari, “Sebagai momentum untuk menunjukkan pada dunia tentang kondisi perekonomian Indonesia yang bisa tumbuh.”
Keinginan itu bisa jadi, tak akan bergema di gang-gang kecil dan rumah-rumah yang berhimpitan di Kampung Pulo. Juga, di sudut-sudut Rusunawa Jatinegara Barat.
“Kalau tahun ini kami diusir,” kata Hendri Yaneppi, “Mau tinggal di mana?”
(asa)