Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivitas kampanye Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat di awal putaran dua Pilkada DKI Jakarta terkesan adem-ayem. Terhitung sejak putaran kedua dimulai Selasa (7/3), belum ada kegiatan Ahok-Djarot yang praktis terjun ke lapangan.
Tim pemenangan sebelumnya menyebut kegiatan kampanye Ahok-Djarot putaran kedua akan lebih mengadalkan agenda blusukan. Namun hingga hari ketiga kampanye pasangan calon nomor urut dua itu belum juga menjalin komunikasi dengan warga Jakarta.
Wakil ketua tim pemenangan Basuki-Djarot Wibi Andrino mengatakan, tim saat ini tengah menyusun strategi demi menghadapi kampanye yang hanya akan berlangsung selama satu setengah bulan ini.
Dengan masa kampanye putaran dua yang terbilang singkat, Wibi berdalih harus ada penyusunan kegiatan yang terarah. Dia tak ingin aktivitas Ahok-Djarot nantinya malah terkesan grasak-grusuk tak keruan.
Wibi tak bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai rencana perubahan strategi kampanye Ahok-Djarot. "Kita lihat nanti ke depannya dalam penyusunan strategi timses kami," kata Wibi saat dihubungi, Jumat (10/3).
Bendahara tim pemenangan, Charles Honoris sebelumnya mengatakan Ahok-Djarot tetap akan memaksimalkan blusukan karena dinilai menjadi pilihan paling tepat untuk kampanye putaran dua kali ini.
"Pak Basuki dan Pak Djarot akan menyapa warga dengan cara blusukan karena lebih pas menemui warga untuk langsung mengetahui permasalahan yang ada," kata Charles saat ditemui di Rumah Cemara.
 Ahok-Djarot saat berkampanye. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Strategi blusukan tak hanya diterapkan Ahok-Djarot. Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno bahkan boleh dibilang lebih rajin bolak-balik bersilaturahmi dengan ragam kelompok dan komunitas.
Selain blusukan menemui warga, acara Anies-Sandi seharian bisa dihabiskan dengan agenda penjajakan ke berbagai kelompok. Kegiatan itu mereka lakukan bahkan sebelum kampanye putaran kedua dimulai.
Pasangan nomor urut tiga itu pada dasarnya menerapkan strategi yang dipakai selama putaran pertama. Beberapa di antaranya adalah melanjutkan konsolidasi kelompok/organisasi maupun relawan yang berafiliasi dengan partai politik atau yang berada di luar lingkaran parpol.
Di luar itu, Anies secara spesifik menyebut blusukan dengan warga akan fokus mensosialisasikan program yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan, penumbuhan entrepreneurship, pendidikan berkualitas, dan pengelolaan harga kebutuhan pokok.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, menilai strategi blusukan penting untuk menjaga komunikasi dengan para konstituen atau pemilih. Namun, blusukan tidak bisa dijadikan sebagai strategi utama dalam kampanye putaran kedua ini.
“Strategi yang utama saya kira adalah bagaimana mengikat isu yang menjadi prioritas. Kedua kandidat harus fokus pada prioritas program mereka nanti," kata Mada.
 Anies Baswedan saat berkampanye(Antara Foto/M Agung Rajasa) |
Mada menilai masyarakat akan lebih mudah mengolah informasi yang diberikan oleh kandidat jika pematangan isu menjadi program prioritas.
Kedua kandidat tersebut, menurut Mada, bisa datang ke komunitas atau kelompok masyarakat untuk menggali problematika yang terjadi. Tidak hanya mendatangi komunitas atau kelompok masyarakat yang berada di kelas bawah tetapi juga kalangan yang berada di kelas menengah.
“Mereka bisa menawaran solusi permasalahan dengan berdiskusi. Bisa juga membuat kotrak-kontrak politik dengan komunitas tersebut,” ujar Mada.
Mada mengatakan cara seperti itu lebih riil dan konkret untuk dilakukan. Sehingga, ketika di antara dua kandidat itu terpilih menjadi pemimpin ibu kota, ada kejelasan seperti apa saja yang perlu dibenahi, daerah mana saja yang perlu mendapat perhatian, serta kegiatan atau program apa lagi yang harus ditindaklanjuti.
Mada menganggap pemilih di Jakarta adalah pemilih yang rasional. Sehingga, kedua kandidat perlu meningkatkan strategi yang sifatnya konkret agar masyarakat bisa membayangkan kira-kira seperti apa proses pencapainnya nanti.
“Jangan memainkan strategi emosional, yang menggunakan sentimen karena keduanya bukan warga pribumi (DKI Jakarta),” kata Mada.
Selain berebut ceruk suara yang ditinggalkan Agus-Sylvi dan menarik pemilih golput, kata Mada, hal penting lain yang harus dilakukan oleh kedua kandidat maupun timsesnya adalah menjaga suara loyal yang sudah didapatkan pada pemilihan pertama.
Hal itu dianggap penting karena tidak menutup kemungkinan pemilih yang sudah memilih pada putaran pertama memilih berpaling pada putaran kedua. "Dan itu sangat mungkin terjadi di (Pilkada) Jakarta,” kata Mada.
(gil)