Jakarta, CNN Indonesia -- Pasangan Ahok-Djarot mengajukan gugatan untuk membatalkan Surat Keputusan KPU DKI Jakarta tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ke Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta.
Peraturan yang dimaksud adalah Surat Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 49/Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2017. Diketahui, Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Pemilu yang diajukan oleh partai politik atau peserta Pemilu.
Pasangan Ahok-Djarot ingin peraturan itu dikembalikan ke aturan terdahulu yakni Surat Keputusan Nomor 41/Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Surat Keputusan KPU DKI Jakarta tentang Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017.
Dalam aturan baru diatur kembali di antaranya soal penetapan peserta pemilihan putaran kedua, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara di TPS hingga perselisihan hasil pemilihan. Pasangan itu menyatakan masa kampanye pada 7-15 April itu merugikan mereka.
Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri menyebut gugatan tersebut diajukan pasangan nomor urut dua itu pada Jumat (10/3) lalu.
Bawaslu sendiri sudah menggelar dua kali sidang yakni pada Rabu (15/3) dan Jumat (17/3). Khusus hari ini, agendanya adalah mendengarkan keterangan dari pihak termohon, yakni KPU DKI Jakarta.
“Selanjutnya (sidang ketiga) tanggal 20 (Maret) mendengarkan keterangan ahli. Jadi masing-masing para pihak termohon dan pemohon akan menghadirkan ahli dari pihak masing-masing," kata Jufri ketika dikonfirmasi, Jumat (17/3).
Jufri menyebut masing-masing pihak sudah mengusulkan ahli yang akan dihadirkan pada sidang ketiga mendatang. Ahli dari pihak termohon ada tiga orang, yaitu Arteria Dahlan, I Gusti Putu Artha, dan Refli Harun. Dari pihak pemohon mengajukan Titi Anggraini dan dari pihak terkait mengajukan Said Salahudin.
 Ahok dalam salah satu jumpa pers di Jakarta. ( CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Sesuai dengan Undang-UndangKomisioner KPU DKI Dahliah Umar menyatakan SK yang dikeluarkan oleh KPU sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, menurutnya KPU DKI memang memiliki kewenangan untuk menetapkan pedoman teknis tata cara pemilihan putaran kedua.
"Referensinya UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Daerah Kekhususan DKI Jakarta dan
Peraturan KPU Nomor 3 dan Nomor 6 tahun 2016 yang menyatakan jika ada putaran dua, maka salah satu tahapan adalah kampanye," ujar Dahliah.
Sehingga, lanjut Dahliah, KPU DKI mengeluarkan SK nomor 49 sebagai penyempurnaan dari SK nomor 41 tahun 2016 tentang tahapan dan jadwal.
Dahliah mengatakan SK tersebut sudah sesuai dengan aturan, karena KPU DKI memiliki kewenangan untuk menetapkan pedoman teknis yang mengatur apa saja yang belum diatur dalam undang-undang. Selain itu, juga untuk menindaklanjuti hal-hal yang sudah diatur dalam undang-undang dan PKPU.
"Jadi sebenarnya pedoman teknis itu untuk menindaklanjuti apsek-aspek teknis yang sebenarnya aturannya sudah diatur dalam UU dan PKPU," ujarnya.
Pada Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota memang tidak menjelaskan hal-hal apa saja yang harus dilakukan bila ada putaran kedua. Namun menurut Dahliah KPU memiliki kewenangan untuk mengatur soal kampanye di putaran kedua. Hal tersebut bisa dilakukan melalui peraturan KPU dan penerbitan SK. Bawaslu DKI mengungkapkan akan memberikan keputusan terkait sengketa tersebut pada 22 April mendatang.