Jakarta, CNN Indonesia -- Public Opinion and Policy Research (Populi) Center menyebut Intoleransi di kalangan warga ibu kota meningkat selama Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Praktik intoleransi bahkan disebut sudah masuk tahap mengkhawatirkan.
Direktur Populi Center Usep S Ahyar mengatakan praktik intoleransi yang meningkat terbukti dengan semakin banyaknya sebaran fitnah dan larangan-larangan berbau agama yang dilontarkan satu kelompok untuk menjatuhkan kelompok lainnya.
Meningkatnya intoleransi juga didukung oleh survei yang dilakukan oleh Populi Center. Usep menyebut, dari data survei yang dihimpun lembaganya, warga Jakarta membenarkan tingginya tingkat intoleransi selama Pilkada.
Usep memaparkan sebanyak 22,6 persen warga DKI setuju jika saat ini intoleransi di Jakarta mencapai tahap sangat mengkhawatirkan. Kemudian sebanyak 48,7 persen menyebut mengkhawatirkan, dan sisanya sebanyak 21,3 persen tidak memberi jawaban.
"Jadi secara keseluruhan yang khawatir dengan isu intoleran ini mencapai 71,4 persen," kata Usep dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/3).
Isu intoleransi selama Pilkada DKI putaran kedua juga diyakini berdampak besar bagi pasangan calon yang bertarung, yakni Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
Usep menyebut sedikit banyak isu tersebut memberi banyak keuntungan bagi pasangan calon, terlebih untuk pasangan calon nomor urut tiga Anies-Sandi.
"Mereka (Anies-Sandi) mudah diuntungkan dengan politik identitas yang jadi bahan memunculkan intoleransi ini, apalagi paslon nomor tiga bisa merangkul FPI," kata Usep.
Sayangnya, saat ditanya soal waktu, metode, jumlah responden terkait survei intoleransi itu, Populi enggan memberikan gambaran detailnya.
Isu SARA belakangan memang menyeruak. Sejumlah musala dan masjid di Jakarta memasang spanduk yang melarang menyalatkan jenazah yang semasa hidupnya mendukung pasangan Ahok-Djarot. Alasannya, Ahok dianggap sebagai penista agama dan calon pemimpin kafir.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya telah mengambil langkah untuk mencopot spanduk-spanduk tersebut.
Pemprov DKI bekerjasama dengan pihak kepolisian dan aparat dari Kementerian Agama. Namun, di lapangan, masih ada sejumlah masjid dan musala yang memasang spanduk tersebut.