Jakarta, CNN Indonesia -- Membeli rumah di DKI Jakarta tak semudah membeli kendaraan bermotor. Selain sulit mendapatkan lokasi untuk membangun rumah, harga yang mahal menjadi alasan ketidakmampuan membeli rumah di Jakarta. Terutama untuk pasangan baru menikah atau pasangan muda.
Hal itu dirasakan benar oleh pasangan muda Esa Raditya dan Karina Saputri.
Sebagai warga Jakarta, Esa dan Karina bermimpi memiliki rumah di ibu kota. Sayangnya, hal itu belum terwujud sehingga mereka terpaksa mengontrak rumah di Bekasi, Jawa Barat.
"Sebetulnya saya lebih pengin
ngontrak Jakarta karena dekat. Tapi kontrakan di Jakarta mahal, nggak kekejar kalau
ngontrak di Jakarta," kata Esa kepada
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Kurang lebih sudah satu setengah tahun mereka menikah. Selama itu juga mereka tinggal di rumah dengan biaya kontrak Rp15,5 juta pertahun.
Esa tidak pernah telat membayar sewa dan merasa nyaman tinggal di sana, lantaran dekat dengan stasiun kereta. Menurutnya kenyamanan tempat tinggal juga diukur dengan jalur transportasi yang mudah.
Hanya butuh waktu 10 menit dari rumahnya menuju stasiun kereta. Dengan waktu 45 menit ia sampai kantor yang terletak di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Setidaknya, lokasi rumah yang tidak di Jakarta, tidak mempersulit ia berangkat kerja.
Esa sendiri masih mengejar mimpi untuk membeli rumah. Setiap bulan ia selalu menyisihkan uang sekitar Rp2 juta, sebagai tabungan untuk membeli rumah.
Tabungan itu tidak bisa lebih besar, lantaran banyak pengeluaran yang harus ia tanggung. Selain kebutuhan rumah tangga, Esa masih berusaha menutup kartu kredit.
Esa merasa pesimis untuk membeli rumah di Jakarta walau tabungan terus bertambah. "Kita
udah nggak akan mampu beli rumah di Jakarta, mahal. Rumah bapak saya di Gandaria per meter sekitar Rp25 jutaan," kata Esa.
Dia melanjutkan, "Saya pengin beli rumah paling di Bekasi saja. Kalau
maksa di Jakarta paling bisa beli apartemen. Tapi kalau udah berkeluarga kayaknya
sih, nggak."
Belakangan, kepemilikan rumah yang mudah dan murah, memang menjadi sorotan di DKI Jakarta.
Pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno berlomba mengampanyekan program hunian terjangkau. Ahok-Djarot dengan skema sewa beli, Anies-Sandi dengan skema uang muka nol rupiah.
Bantuan Orang TuaEsa berharap siapapun yang nanti terpilih bisa memberikan solusi, bukan janji manis belaka. Menurutnya, selama ini sebagian besar pasangan muda di Jakarta memiliki rumah karena dibantu atau diberi orang tua.
Pasangan lain, Rio Ramadahani dan Renyca Meidiana, merupakan salah satu pasangan muda yang memiliki rumah dengan bantuan orangtuanya. Sejak menikah pada Januari 2015, mereka berdua sudah tinggal di rumah yang terletak di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Ayah Rio memiliki tanah seluas 60 meter persegi sejak tahun 1996. Pada tahun 2014, ayahnya memberikan tanah itu pada Rio dan membantunya untuk membangun.
"Kurang lebih habis Rp 700 juta untuk bangun rumah dua lantai kayak gini. Waktu itu ayah saya kasih sekitar 65 persen dari pengeluaran dan sisanya saya sendiri," kata Rio saat kepada
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Rio bersyukur bisa punya rumah di Jakarta, meskipun dengan bantuan orang tua. Apalagi, rumah itu dekat dengan toko perlengkapan jahit yang ia miliki di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. Hanya butuh sekitar 30 menit dari rumahnya menuju Pasar Mayestik.
Seandainya belum memiliki rumah saat menikah, Rio mengaku tidak tertarik dengan program Ahok-Djarot atau Anies-Sandi. Ia merasa tidak nyaman bila harus tinggal di rumah susun karena alasan privasi.
Lagi pula, lebih baik menabung dari penghasilan Rp3 juta rupiah untuk beli rumah di luar Jakarta daripada membeli rumah susun. "Program yang ditawarkan itu belum tentu solusi. Tinggal di rumah susun itu
kan mengubah gaya hidup orang Jakarta dan itu tidak mudah," kata Rio.
Sampai saat ini Rio belum memiliki rencana untuk pindah rumah ke wilayah yang lebih dekat dengan lokasi tokonya. Selain alasan kepadatan, Rio mengatakan sudah merasa nyaman dengan lokasi rumah yang ia tempati saat ini. Dia menyebut, jikapun harus pindah, Jakarta tidak akan jadi pilihan pertama.
"Kalau pindah pun nanti, pindah ke Lombok. Di bawah Gunung Rinjani, sambil ternak kambing dan berkebun. Ingin pensiun dini, mau mendalami sisi positif. Jakarta nggak lah, terlalu padat dan banyak fitnah," kata Rio.