Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta menjelaskan alasan dibalik mudah hilangnya bekas tinta yang digunakan pada putaran kedua Pilkada 2017.
Menurut Komisioner KPU DKI Dahliah Umar, tinta untuk penanda jari pemilih sengaja dibuat tidak pekat agar tak membahayakan kulit pengguna hak suara. Bahan kimia tinta di Pilkada juga sedikit, sehingga dapat mengurangi daya tahannya.
"Itu kan harus memiliki komponen kimia, dan (komponen) alaminya harus proporsinya tidak boleh lebih banyak kimianya. (Bahan) alaminya harus banyak supaya tidak merusak kulit," ujar Dahliah di Menara Bidakara, Jakarta, Kamis (20/4).
Pada Pasal 15 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2015 disebutkan syarat-syarat standar tinta yang digunakan pada hari pemungutan suara. Sarana penanda itu diwajibkan tak menimbulkan efek rotasi dan alergi, serta dibuktikan dengan sertifikat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Tinta Pilkada juga harus memiliki sertifikat uji komposisi bahan baku dari laboratorium milik pemerintah atau perguruan tinggi negeri dan swasta yang terakreditasi. Serta sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia.
Kemudian, tinta juga disebut harus memiliki daya tahan paling kurang selama 24 jam setelah digunakan. "Yang penting dia tetap menimbulkan bekas, meski pekatnya atau gradasinya lebih kecil. Yang penting (tandanya) itu melekat selama hari pencoblosan itu," tuturnya.
Sebelumnya, seorang pemilih bernama Ismuwiedarto sempat mengeluhkan kualitas tinta pada putaran kedua. Ia berkata, tinta yang digunakan mudah hilang bahkan sebelum hari pemungutan suara berakhir.
"Ini saya mandi saja langsung luntur, kok kualitasnya begini beda sama kemarin (putaran pertama)," tutur Ismuwiedarto kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (19/4).