Jakarta, CNN Indonesia -- Aliansi Jurnalis Independen Indonesia mendesak Kepolisian Republik Indonesia dan Kepala Polisi Daerah Papua untuk segera membebaskan dua jurnalis Prancis yang ditangkap di Wamena, Papua, dua pekan lalu. Ketua AJI, Eko Maryadi mengatakan bahwa kerja dua jurnalis asal kantor berita TV Arte, Thomas Charles Dandois dan Valentina Burrot, bukanlah tindakan kriminal.
“Mereka hanya pekerja lapangan profesional dan mendapatkan tugas dari perusahaan media mereka bekerja untuk mendapatkan berita mengenai Papua,” ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (19/08).
Thomas dan Valentina ditahan di Kantor Imigrasi Jayapura karena diduga melakukan pelanggaran kasus keimigrasian dengan menggunakan paspor dan visa kunjungan untuk meliput berita. Kedua jurnalis tersebut kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eko mengatakan aliansi sudah mendapatkan surat jaminan dari beberapa media termasuk dari kelompok pembela jurnalis Reporters Sans Frontières (RSF) serta kantor berita TV Arte mengenai otentifikasi penugasan kedua jurnalis tersebut. Dengan demikian, mereka melakukan kerja profesional di Papua untuk melakukan peliputan serta riset jurnalistik di wilayah Papua.
Ihwal tuduhan dari beberapa pihak yang menilai keduanya adalah opsir intelijen, pemasok amunisi untuk separatis bersenjata, atau pelaku tindakan kriminal bersifat makar, Eko meminta untuk segera dihentikan. “Mereka salah menggunakan visa turis untuk peliputan tetapi kami bisa memahaminya. Sulitnya perizinan untuk meliput, terutama media asing, mendorong jurnalis untuk berstrategi demi bisa mendapatkan berita,” dia menjelaskan.
Indonesia memiliki sejarah panjang terkait pendeportasian jurnalis asing. Pada tahun 2008, jurnalis asal Amerika Serikat William Arthur Nessen, dideportasi dari Indonesia saat melakukan peliputan ke Aceh. Arthur masuk ke Banda Aceh melalui Kuala Lumpur, Malaysia, dan langsung dijemput oleh pengundangnya, ajudan Gubernur NAD waktu itu. Saat itu, pemerintah dengan tegas mengeluarkan surat perintah cekal Nessen untuk masuk Indonesia.
Pada 2009, tiga jurnalis asal Belanda sempat ditangkap oleh petugas kepolisian dan ditahan paspornya karena dianggap melanggar ijin kerja.
Sedangkan pada 2014, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asassi Manusia Provinsi Bali mendeportasi dua jurnalis asing asal Australia, Daniel William Sutton dan Nathan Mark Ritchter. Mereka ketauan tengah melakukan peliputan berita terhadap terpidana bebas bersyarat Schapelle Leigh Corby dengan menggunakan visa kunjungan atau visa on arrival.
Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan secara terpisah pihaknya telah mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera membebaskan kedua jurnalis Perancis tersebut. “Ada tiga poin penting dalam surat itu yang kami soroti,” jelasnya. Antara lain, kata Bagir, Dewan Pers meminta agar jurnalis itu tidak ditahan, dan jika terbukti melakukan pelanggaran keimigrasian agar segera dipulangkan ke negeri asalnya.
Ia menambahkan kebijakan menutup sebuah wilayah untuk peliputan akan semakin membuat para jurnalis mencari strategi kreatif demi mendapatkan berita. "Pada prinsipnya, semakin ditutup-tutupi berita akan semakin simpang siur," katanya.