Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai banyak undang-undang yang sudah dibuat namun lalai dalam penerapannya. Menurutnya, hal tersebut membuat institusi hukum menjadi lemah.
"Perlu penguatan institusi hukum dan budaya dalam menciptakan hukum yang berkeadilan. Tidak ada gunanya memproduksi undang-undang tapi tak dijalankan dengan baik. Inilah titik lemah, banyak menciptakan undang-undang tapi implementasinya banyak terabaikan," kata Hamdan dalam diskusi bertajuk '
Cetak Biru Indonesia Masa Depan' di Auditorium Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/9).
Institusi hukum tersebut di antaranya Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tipikor, dan aparat hukum lain seperti polisi. Hamdan menyebut fenomena tersebut justru dapat menimbulkan ketidakadilan hukum dalam kehidupan berpolitik di Indinesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Hamdan, mantan ketua MK Mahfud MD mengatakan perlunya penegakan hukum yang ketat dalam memberantas korupsi. Menurutnya, fenomena yang terjadi saat ini adalah banyaknya aparat negara dan hukum yang justru terlibat dalam kasus korupsi.
"Misalnya kasus korupsi; jaksa ditangkap, polisi dibui, mantan Ketua MK dipenjara seumur hidup," kata Mahfud dalam diskusi.
Apabila penegak hukum tersebut tidak mampu menunjukkan kredibilitasnya, menurut Mahfud, akan semakin menjadi ancaman dalam keadilan hukum di Indonesia. Untuk mengusut kasus korupsi tersebut, Mahfud menyatakan, perlu ada pemutusan hubungan dengan masa lalu. Salah satu caranya, dengan dibentuk Undang-Undang Pembuktian Terbalik.
"Kalau bisa membuktian asal kekayaan, dianggap terlepas dari dugaan korupsi," kata Mahfud.
Dia mencontohkan, jika seseorang memiliki kekayaan yang lebih dari penghitungan pendapatannya, maka dapat dianggap korupsi. Namun, apabila orang tersebut dapat membuktikan asal mula kekayaannya, maka dia terbebas dari tuduhan korupsi. "Pembuktian terbalik tidak melanggar HAM asal diatur dalam UU," jelasnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch telah menyebutkan ada 48 anggota legislatif, yang terpilih untuk periode 2014-2019, terjerat kasus korupsi. Sebanyak 32 orang di antaranya dalam proses penyidikan, 15 orang dalam proses persidangan dan divonis bersalah, sementara tiga orang masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor.