Enam Poin Krusial RUU Pilkada

CNN Indonesia
Rabu, 24 Sep 2014 16:49 WIB
RUU Pilkada akan disahkan menjadi UU pada rapat paripurna besok Kamis. Tapi banyak persoalan belum terpecahkan. Ini masih ditambah membahas usul Demokrat.
Rapat komisi di DPR (Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi II DPR dan pemerintah menggelar rapat kerja pembahasan RUU Pilkada, Rabu (24/9). Rapat ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan mengenai draf RUU Pilkada yang akan disahkan menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna esok Kamis (25/9).

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan ada sejumlah isu yang belum terpecahkan sehingga harus dicari solusinya dalam rapat final kali ini. Berikut enam poin krusial yang dipaparkan dalam rapat tersebut:

1. Mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung atau tidak langsung.
Panja berupaya untuk menghasilkan dua pilihan dalam memilih gubernur, bupati, maupun walikota, yakni mekanisme pemilihan secara langsung dan mekanisme pemilihan oleh DPRD. Opsi mana yang akan dipilih diserahkan kepada forum rapat kerja hari ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan sistem paket atau tidak paket.
Dalam sistem paket, kepala daerah dan wakil kepala daerah diajukan dan diusung sekaligus oleh partai politik. Sementara sistem nonpaket masih terbagi lagi menjadi dua opsi. Pertama, wakil kepala daerah ditentukan oleh kepala daerah terpilih. Kedua, wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD atas usulan kepala daerah terpilih.

3. Syarat untuk menjadi calon kepala daerah, apakah boleh maju jika memiliki ikatan perkawinan atau pertalian darah dengan petahana.
Terdapat usulan perlunya mencantumkan syarat “Tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.” Ini untuk menghindari politik dinasti.

4. Penyelesaian sengketa hasil pilkada.
Penyelesaian persoalan hukum diatur dalam satu bab, meliputi penyelesaian pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, pelanggaran pidana, pelanggaran tata usaha negara, penyelesaian sengketa pemilu, dan penyelesaian perselisihan hasil pilkada. Khusus yang terakhir akan diserahkan kepada Mahkamah Agung, dengan catatan pilkada dilakukan secara langsung. Jika pilkada dilakukan oleh DPRD, pelanggaran pidana dilakukan oleh pengadilan setempat.

5. Usul menggelar pilkada langsung secara serentak.
Pilkada serentak akan digelar tahun 2015 (grup pertama) dan tahun 2018 (grup kedua). Selanjutnya pilkada serentak nasional akan digelar pada 2020.

6. Dana penyelenggaraan pilkada.
Jika pilkada digelar langsung, anggaran dibebankan kepada APBN dengan dukungan APBD. Jika pilkada digelar oleh DPRD, pendanaan dibebankan kepada APBD setempat. Selain itu, hampir semua dana proses kampanye dibebankan kepada anggaran penyelenggaraan pilkada, kecuali dalam metode tatap muka dan pertemuan terbatas. Aturan ini untuk mengurangi beban biaya politik calon.

Selain enam poin krusial tersebut, Komisi II memberikan catatan tambahan mengenai syarat yang diajukan Fraksi Demokrat terkait uji publik bagi bakal calon kepala daerah sebelum resmi mendaftar sebagai calon. Uji publik ini sesungguhnya telah disepakati oleh Panja. Yang jadi persoalan, Demokrat ingin uji publik dilakukan oleh sebuah panitia dan menghasilkan keputusan lulus atau tidak lulus. Hal inilah yang belum disepakati. Fraksi lain menganggap hal ini bisa menjegal calon kepala daerah.

Pemerintah pun menolak usul Demokrat tersebut. “Uji publik ini rentan dibayar. Calon bisa 'bermain' untuk mendapatkan surat lolos uji publik. Pemerintah tak mau itu,” kata Mendagri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER