Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta tidak menandatangani Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang yang telah disetujui DPR. Terlebih, SBY menyatakan menolak UU Pilkada yang mengembalikan kewenangan memilih kepala daerah ke tangan DPRD tersebut.
“Pak SBY tidak perlu tanda tangan UU itu. Demokrasi langsung itu ide Pak SBY, sudah berjalan sembilan tahun selama masa pemerintahannya. Sekarang seperti ada pahlawan kesiangan dan Pak SBY justru di-bully di media sosial akibat kesalahan Fraksi Demokra,” kata politikus Demokrat Ruhut Sitompul kepada CNN Indonesia, Senin (29/1).
Ruhut menyatakan, saat ini SBY telah menurunkan tim untuk menyelidiki kenapa Demokrat bisa melakukan aksi walkout dalam voting RUU Pilkada di rapat paripurna DPR pekan lalu. Aksi walkout Demokrat ini menyebabkan opsi pilkada langsung oleh rakyat kalah suara dengan telak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Fraksi seharusnya menjadi kepanjangan tangan partai. Saya menyayangkan Ketua Fraksi Nurhayati Ali Assegaf dan Wakil Ketua Umum Max Sopacua yang meminta anggota fraksi untuk walkout seolah-olah itu atas restu Pak SBY,” ujar Ruhut.
Anggota Komisi III itu membenarkan UU Pilkada akan tetap berlaku dengan atau tanpa tanda tangan SBY selaku kepala negara. Hal itu sebelumnya juga dikemukakan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. UU yang telah disetujui pemerintah dan DPR akan tetap sah berlaku sebagai UU setelah 30 hari sejak tanggal ditetapkan.
Presiden SBY yang dalam berbagai pernyataannya ke media terlihat marah besar atas pengesahan RUU Pilkada, semalam menelepon Ketua MK Hamdan Zoelva untuk berkonsultasi soal UU Pilkada. Kepada Hamdan, SBY menekankan Pasal 20 dalam konstitusi yang menyebut RUU disahkan menjadi UU atas persetujuan bersama presiden dan DPR. Dalam konteks itu, SBY menegaskan tak menyetujui UU Pilkada dengan mekanisme pilkada oleh DPRD.