Jakarta, CNN Indonesia -- “Potong jari tangan koruptor agar jera,” kata Akil Mochtar. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi itu kini mendekam di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman seumur hidup karena menerima suap dari sengketa pilkada sejumlah daerah di Indonesia.
Tapi yang jelas, jari tangannya tak dipotong sampai kini meski dia sudah terbukti bersalah dalam kasus suap itu.
Kasus Akil Mochtar bagai puncak gunung es korupsi di Indonesia. Kasusnya bukan satu-satunya perkara yang menyedot perhatian. Sepanjang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, koruptor berbaris manis menuju rutan KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulai anggota DPR seperti Angelina Sondakh dan Muhammad Nazaruddin, eks Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, eks Kepala Korps Lantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo, eks Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, sampai menteri seperti Andi Mallarangeng dan Jero Wacik.
SBY pun bukan sekali-dua mengeluarkan Instruksi Presiden terkait pemberantasan korupsi. Sepuluh tahun memerintah, ia menelurkan tujuh inpres soal pemberantasan korupsi. (Lihat tabel)
“Itu menunjukkan
political will SBY sebagai presiden, kepala negara, dan kepala pemerintahan,” kata juru bicara KPK Johan Budi kepada CNN Indonesia, baru-baru ini.
Makin banyaknya koruptor yang tertangkap, menurut Johan, bukanlah tanda bahwa kasus korupsi di Indonesia meningkat. Sebaliknya, menunjukkan makin banyaknya kasus korupsi yang bisa diungkap.
“Yang dulu tidak tersentuh sekarang bisa disentuh. Kekuasaan yang dulu sakral sekarang tak lagi sakral. Dulu mana ada menteri yang jadi tersangka? Sekarang barrier itu tak ada lagi. Semua (yang korupsi) bisa kena (proses hukum),” ujar Johan.
Meski demikian KPK menilai upaya pemberantasan korupsi di masa SBY belum optimal karena adanya perbedaan implementasi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Walau SBY mengeluarkan inpres, pelaksanaan di tingkat bawah perlu dipertanyakan.
“Misalnya koruptor dihukum sekian tahun tapi lalu diberi remisi. Itu kan bertabrakan dengan apa yang dijargonkan presiden,” kata Johan. Akibat pelaksanaan di tingkat bawah tak sinkron dengan instruksi presiden, maka hukuman untuk para koruptor di Indonesia masih tergolong ringan. Bahkan ada koruptor yang dibebaskan, padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Kekuasaan yang dulu sakral sekarang tak lagi sakral. Dulu mana ada menteri yang jadi tersangka?Johan Budi |
Johan menyatakan pemberantasan korupsi tak bisa seluruhnya dibebankan kepada presiden, sebab hukum adalah ranah yudikatif yang berada di luar presiden.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, Agus Sunaryanto, berpendapat Inpres pemberantasan korupsi yang dikeluarkan SBY agak percuma karena pelaksanaannya di lapangan kurang terpantau.
Dirjen Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi membenarkan ada Inpres pemberantasan korupsi terbitan SBY yang tak jalan. Bagaimanapun, menurutnya, berbagai Inpres tersebut cukup berhasil dalam menekan angka korupsi.
Pemberantasan Korupsi Seperti Tambal sulamWakil Ketua Komisi III DPR periode 2009-2014, Nasir Jamil, mengkritisi proses pemberantasan korupsi di Indonesia yang menurutnya seperti tambal sulam. “Ada yang bocor, ditambal. Bocor lagi di tempat yang sama, maka ditambal lagi,” kata dia. Menurut politikus PKS itu, seharusnya semua kasus korupsi dibongkar habis sampai ke akarnya bila pemerintah serius.
Nasir juga menyoroti sistem hukum Indonesia yang belum terintegrasi. Sistem yang ada saat ini tak bisa menghalangi orang untuk korupsi. Ia menyatakan perlunya membangun sistem untuk mengunci orang-orang yang berniat korupsi dengan menghalangi akses mereka menuju sumber uang korupsi.
Sementara ICW meminta kejaksaan dan Komisi Yudisial memantau kinerja para hakim agar vonis mereka terhadap koruptor bisa dipertanggungjawabkan. Koruptor tak layak sekedar dihukum dua tahun penjara. “Efek jera yang rendah membuat orang tidak takut korupsi. Koruptor harus dimiskinkan. Ini PR Jokowi untuk para mafia migas dan pembalak hutan,” kata Agus.
ICW juga mengkritik adanya 38 koruptor yang mendapat pembebasan bersyarat selama satu dekade pemerintahan SBY. ICW menduga jumlah riil koruptor yang menerima pembebasan bersyarat lebih banyak dari yang terpantau oleh mereka.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, terpidana korupsi harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, antara lain berkelakuan baik, telah menjalani dua pertiga masa pidana, mendapatkan rekomendasi dari Dirjen Pemasyarakatan, dan harus berstatus sebagai
justice collaborator.
Kemenkumham menyatakan pencapaian pemerintah SBY dalam pemberantasan korupsi cukup baik. “Ada hasilnya, terlepas dari KPK yang terus menangkapi koruptor,” kata Wicipto.
Dari balik jeruji besi, Akil Mochtar menunggu hasil upaya bandingnya. Ia tak terima dihukum penjara seumur hidup dan bertekad akan terus banding meski harus sampai akhirat –kalau bisa tentu dengan jari tangan lengkap.