Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga profesi penunjang pasar modal menggugat kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang meminta pungutan kepada mereka seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan OJK. Lembaga tersebut merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan pemberlakuan Pasal 1 angka 3 dan 4, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 5.
“Kami mengajukan permohonan uji formil dan materiil kepada Mahkamah Agung. Kami meminta pasal yang diuji bertentangan dengan Pasal 6 dan Pasal 37 UU OJK,” ujar kuasa hukum lembaga tersebut, Ary Zulfikar, berdasar rilis yang diterima CNN Indonesia, Jumat (17/10).
Lembaga penggugat itu terdiri dari Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), dan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia. Pasal-pasal yang digugat tersebut ditafsirkan sebagai kewajiban lembaga profesi penunjang pasar modal untuk membayar pungutan guna membiayai operasionalisasi OJK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya tersebut meliputi perizinan senilai Rp 5 juta untuk tiap orang dan biaya tahunan. “Tidak tepat membebankan pungutan kepada kami. Prosesi penunjang pasar modal bukan lembaga yang melakukan kegiatan jasa keuangan,” ucap Ary ketika dikonfirmasi CNN Indonesia.
Merujuk pada Pasal 6 UU OJK, tugas pembinaan dan pengawasan OJK dilakukan terhadap jasa keuangan perbankan, pasar modal, dan keuangan. Sementara Pasal 37 mengamanatkan OJK untuk menarik biaya pungutan. “Profesi penunjang pasar modal adalah pihak yang membantu transaksi di sektor pasar modal, bukan sektor jasa keuangan. Kalau pungutan dibebankan kepada kami, konsekuensinya beban investor akan bertambah,” ujar Ary.
Sebagai penunjang, lanjut Ary, lembaga tersebut tidak seharusnya diwajibkan membayar pungutan operasional OJK. Selain bertentangan dengan UU OJK, Ari menilai pemberlakuan PP tersebut bertentangan dengan UU Advokat. “Di UU advokat jelas bahwa konsultan hukum merupakan jasa hukum, bukan jasa keuangan,” kata dia.
Ary menambahkan, lembaga profesi penunjang pasar modal sudah diawasi oleh undang-undang yang mengatur tentang profesi.
Kewenangan OJK sebagai lembaga yang mengatur seluruh lembaga keuangan di Indonesia tersebut masih menimbulkan kontroversi. Selain gugatan terhadap PP tentang Pungutan OJK, gugatan terhadap kewenangan badan yang dipimpin oleh Mulyaman Hadad ini juga telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) menggugat sejumlah pasal di UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK pada April lalu.
Tim tersebut menilai OJK tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi jasa keuangan. Fungsi penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan juga menjadi objek gugatan. Selain itu, pungutan yang tertuang dalam Pasal 37 UU OJK dianggap dapat meragukan independensi lembaga tersebut.