Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa menilai kekisruhan di rapat paripurna DPR yang melibatkan fraksinya tidak bisa dilihat sebelah mata.
Fungsionaris PPP kubu Romahurmuziy (Romy) ini mengakui bahwa tindakan rekannya yang membalikkan meja di rapat paripurna memang sebenarnya tidak pantas untuk ditampilkan. “Tapi tolong juga dipahami bagaimana itu sampai terjadi,” ujar Suharso di Crowne Plaza, Jakarta, Rabu (29/10).
Mantan Menteri Perumahan Rakyat ini meminta semua pihak memandangnya secara adil soal insiden di paripurna yang dilakukan oleh Ketua Fraksi PPP kubu Romahurmuziy, Hasrul Azwar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Keributan itu tidak terhindarkan karena perlakuan tidak adil, dizalimi ya memang itu suatu proses yang apa boleh buat tidak dapat dihindari,” kata Suharso.
Suharso menekankan bahwa Hasrul tidak mungkin melakukan perbuatan tersebut kalau PPP kubu Romahurmuziy didengar suaranya oleh pimpinan Dewan. “Ya karena mereka tidak didengar. Kalau mereka didengar, saya kira akan berbeda,” ujarnya.
Dia berpendapat pimpinan DPR pada paripurna kemarin mengambil langkah sepihak dan masuk terlalu dalam ke konflik yang terjadi di Fraksi PPP. “Seharusnya sebagai pemimpin DPR kenapa tidak mengatakan PPP karena ini belum selesai mengapa Anda tidak kembali dulu, dan akan kita putuskan kemudian,” ujar Suharso mencontohkan.
Lebih jauh Suharso melihat ada agenda tertentu di balik sikap para pimpinan Dewan itu. “Kalau saya pimpinan saya akan mengatakan berarti Anda belum bisa selesai. Silakan selesaikan dulu permasalahan rumah tangga Anda, baru mari kita lanjuti lagi,” kata dia menekankan lagi.
Dengan sikap pimpinan Dewan yang seperti itu, menurut Suharso berarti pengambilan keputusan oleh pimpinan DPR kemarin kurang bijaksana. “Kurang arif lah. Sebagai pimpinan kan harus ada bijak,” ujar dia menyesalkan.
Perseteruan antara kubu Romahurmuziy dan Suryadharma Ali berpindah ke sidang paripurna DPR dengan agenda pengesahan nama-nama alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR, Jakarta, Selasa (28/10).