Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus suap proyek tanggul laut di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Teddy Renyut, divonis tiga tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi.
"Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan dan denda 150 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti kurungan tiga bulan," ujar hakim ketua Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Rabu (29/10). Dalam rapat majelis hakim, kelima hakim sepakat dan tidak ada selisih pendapat.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya, yakni empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mempertimbangkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk pemberantasan korupsi. Selain itu seharusnya sebagai pengusaha muda, terdakwa mendapatkan kerja sesuai ketentuan berlaku," kata hakim Artha. Sementara itu, hal yang meringankan adalah Teddy belum pernah dihukum dan mengakui kesalahannya. Teddy juga memiliki keluarga dan anak yang masih kecil.
Saat membacakan berkas putusan, hakim mengatakan Teddy sebagai Direktur PT Papua Indah Perkasa terbukti menyerahkan uang tunai sebesar Sin$ 63 ribu dan Sin$ 37 ribu dollar kepada Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk secara bertahap pada tanggal 13 dan 16 Juni 2014. Pemberian dilakukan di kamar 715 Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Pemberian uang tersebut sebagai imbalan agar Yesaya memberikan program tanggul laut yang sedang disulkan dalam APBNP 2014 pada Kementerian PDT dan proyek lainnya.
Menanggapi vonis tersebut, Teddy bersikap tegas. "Saya menerima putusan," katanya dalam sidang. Ketika ditanya ihwal diskusi dengan kuasa hukumnya, Teddy mengaku tidak perlu. Ketika ditanya awak media soal sikapnya, ia bungkam dan tak mau berkomentar.
Sementara itu kuasa hukum Teddy Renyut, Effendi Saman mengaku kecewa. "Sejak awal, tuntutan jaksa penuntut umum cukup memberatkan Teddy. Upaya Teddy membantu KPK tidak direspons dengan baik," kata Effendi usai persidangan. Padahal, menurut Effendi, Teddy membantu membongkar kasus proyek di Kementerian PDT yang melibatkan pejabat negara tersebut.
Atas tindak pidana tersebut, Teddy dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Pasal tersebut tidak mengizinkan seseorang melakukan suap atau dengan sengaja memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang penyelenggara negara untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu pada jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.