Jakarta, CNN Indonesia -- Penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak efektif untuk menghentikan pungutan liar yang marak terjadi di sekolahan. Oleh karena itu, peran publik untuk mengontrol implementasi program BOS sangat diperlukan.
"Kesadaran dan ruang diskusi soal isu pendidikan perlu dibangun secara simultan agar publik memegang hak atas program BOS ini, khususnya murid dan orangtua murid," kata Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Suroto kepada CNN Indonesia, Jumat (31/10).
Suroto mengatakan orangtua murid, pengawasan atas BOS juga perlu dilakukan oleh penggiat pendidikan dan media massa untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas program nasional tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dana BOS diinisiasi oleh Kemendikbud pada 2012 untuk mengurangi jumlah pungutan yang dibebankan sekolah kepada orangtua siswa. Tetapi, pada praktiknya, jumlah pungutan masih saja besar diluar telah diberikannya dana BOS bagi setiap siswa dengan jumlah Rp 580 ribu per siswa untuk SD atau SDLB dan Rp 710 ribu per siswa untuk SMP/SMPLB/SMPT. Program ini sejatinya digagas untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar sembilan tahun mulai SD hingga SMP dan memperluas akses pendidikan.
Program tersebut juga diluncurkan untuk menekan angka anak putus sekolah yang masih tinggi. Berdasarkan data Kemendikbud pada 2010 terdapat sekitar 1,8 juta anak yang putus sekolah tiap tahun disebabkan oleh faktor ekonomi.
"Semestinya dana BOS bisa menghapuskan berbagai pungutan dan menjadi penyelamat pelajar miskin di tingkat pendidikan dasar baik di sekolah negeri maupun swasta," dia menjelaskan.
Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Menurut penelitian dari Ombudsman Republik Indonesia, pungutan liar masih banyak ditemukan pada penerimaan siswa baru dari Juni hingga Agustus di 33 provinsi di Indonesia. Dari keseluruhan pelanggaran tersebut, pungutan liar menempati urutan pertama dengan modus seperti penarikan biaya seragam, biaya gedung, biaya pendaftaran ulang, iuran komite sekolah hingga biaya tes IQ.
Hasil penelitian pada akhir 2013 yang dilakukan oleh YSKK bersama dengan Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan Nasional (GEMA PENA) di 22 sekolah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY, Nanggore Aceh Darusallam, DKI Jakarta, Banteng dan Lampung menunjukkan pengelolaan dana BOS yang belum transparan, akuntabel dan partisipasif.
Senada dengan itu, Jimmy Paat dari Koalisi Pendidikan mengatakan peran publik dibutuhkan untuk mendesak pemerintah daerah menindak tegas pelaku pungutan liar di sekolah.
"Memang ada persoalan terkait penyelewengan dana tapi tidak berarti kita diam saja. Kita bisa mendesak pemda untuk memberikan sangsi dengan mencopot kepala sekolah yang terbukti melakukan pungli," kata dia.