Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Agus Hermanto meminta Koalisi Indonesia Hebat menempuh jalan legal formal jika ingin mendapatkan kursi pimpinan alat kelengkapan dewan yang sudah ada. Agus berkaca pada pengalaman Partai Demokrat saat tidak mendapat kursi pimpinan komisi-komisi pada 2004.
"Kami banyak berkoordinasi dengan yang lain. Saat itu Tata Tertib DPR bisa diubah dan UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD) diubah. Sehingga akhirnya saya dipercaya menjadi pimpinan Komisi VI," ujar Agus di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (31/10).
Agus menceritakan saat itu Demokrat menunggu tidak sampai satu tahun untuk dapat mengubah Tata Tertib DPR. Oleh sebab itu ia menyarankan agar KIH dapat melakukan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jelas bisa," ujarnya yakin saat ditanya mengenai peluang KIH untuk melakukan itu.
Mengakui DPR tandingan sama dengan mengakui presiden tandinganAndi Irmanputra Sidin |
Agus sendiri tidak akan menganggap DPR tandingan yang baru dibentuk KIH karena hal semacam itu tak memiliki landasan hukum. "Tidak ada di Tata Tertib DPR dan tidak ada di UU MD3," ujarnya.
Secara terpisah, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengkritik DPR tandingan dan sidang paripurna tandingan. Menurutnya, Mahkamah Kehormatan Dewan harus mengambil sikap untuk mengatasi kericuhan yang terjadi di parlemen.
"Mengakui DPR tandingan sama dengan mengakui presiden tandingan," ujarnya kepada CNN Indonesia.
Ia menghimbau para anggota legislatif KIH segera kembali ke konsitusi untuk mengakhiri berlarutnya kekacauan akibat perebutan kursi pimpinan parlemen.
"Pertarungan politik membuat tidak mungkin menjadi penguasa eksekutif sekaligus legislatif. Konstitusi butuh keseimbangan," kata Irman.
Anggota legislatif dari KIH menggelar sidang paripurna tandingan hari ini. Setelah gagal masuk ruang paripurna di gedung Nusantara I, sidang tandingan digelar di ruang rapat Fraksi PDI Perjuangan.
Paripurna tandingan itu merupakan buntut dari kekesalan KIH karena
dikuasainya seluruh kursi pimpinan komisi oleh Koalisi Merah Putih. Kubu KIH menganggap pimpinan DPR tidak demokratis karena menolak permintaan mereka untuk bermusyawarah mengenai kursi pimpinan komisi.