ANGGARAN PENDIDIKAN

DPR Akui Dana Pendidikan Daerah Tak Diawasi

CNN Indonesia
Senin, 03 Nov 2014 10:19 WIB
DPR mengakui pengawasan penggunaan anggaran terutama yang ditransfer ke daerah masih lemah. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Jokowi.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kiri) bersama pimpinan DPR, Kamis (2/10). DPR mengakui bahwa tidak ada pengawasan terhadap anggaran pendidikan yang ditransfer dari pusat ke daerah. (Antara Photo/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat mengakui anggaran pendidikan yang menempati urutan teratas dalam alokasi belanja negara tidak diawasi dengan ketat. Solusi atas pengawasan anggaran pendidikan akan menjadi salah satu hal yang ditunggu oleh parlemen kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Saya setuju bahwa situasi itu memang terjadi. Kami tunggu langkah konkrit pemerintah mendatang," kata Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah kepada CNN Indonesia, Senin (3/11).

Menurut Fahri, pemerintah selama ini tidak membuat sistem untuk mengawasi anggaran tersebut. Mulai dari uang tersebut ditransfer dari pusat ke seluruh daerah di Indonesia, uang diterima oleh setiap pemerintah daerah, didistribusikan ke seluruh dinas pendidikan dan dinas terkait, hingga duit tersebut diterima oleh guru, sekolah, maupun para siswa. "Harus ada upaya membuat konsep pengawasan yang lebih detil. Selama ini kurang pengawasan yang detil seperti itu," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar mengatakan, saat ini Inspektoratnya tengah menyusun profile fraud yang akan mengidentifikasi kecurangan dalam implementasi anggaran pendidikan. Profile fraud akan dijadikan acuan bagi 200 auditor di Itjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Inspektorat Daerah. "Profile fraud masih kami susun. Ditargetkan akhir tahun ini sudah jadi sehingga akan menjadi acuan," kata Haryono kepada CNN Indonesia.

Profile fraud dibuat menyusul tidak adanya pengawasan dalam distribusi anggaran dari pusat ke daerah yang menimbulkan sejumlah persoalan. Di antaranya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa seperti pembangunan sekolah, dugaan penerimaan gratifikasi oleh pejabat dinas pendidikan, persoalan dalam pemberian beasiswa bagi siswa dan mahasiswa, pengendapan tunjangan guru di sejumlah daerah, dan anggaran tidak diserap untuk membantu sekolah rusak.

Saat ini, Kementerian Dalam Negeri telah mengirimkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh pemerintah daerah dan dinas yang mendapat anggaran pendidikan untuk segera merealisasikan penggunaan anggaran sesuai pos masing-masing. Sementara sebagai upaya pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Itjen Kemendikbud meminta dilibatkan sejak awal jika akan memulai pengadaan barang dan jasa.

"Pidana korupsi terjadi sebelum proses pengadaan dilakukan. Maka kami minta dilibatkan sejak awal karena selama ini Itjen dilibatkan setelah ada kandidat pemenang," katanya.

Haryono menyebutkan, anggaran pendidikan yang menjadi sasaran empuk korupsi setiap tahun antara lain Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta pengadaan infrastruktur sekolah dan madrasah.

Indonesia Corruption Watch mencatat selama 2003-2013, penggelapan dan penggelembungan anggaran menjadi modus yang paling sering terjadi dalam korupsi anggaran pendidikan. Selama satu dekade tersebut, terdapat 106 kasus penggelapan dengan kerugian negara Rp 248,5 miliar dan 59 kasus penggelembungan dana dengan kerugian negara senilai Rp 195,8 miliar.

Data organisasi pegiat antikorupsi itu juga mengungkapkan, hampir semua institusi pendidikan menyumbang angka korupsi yaitu terdapat 151 praktik korupsi oleh Dinas Pendidikan dengan kerugian negara Rp 356,5 miliar; 30 praktik korupsi perguruan tinggi, kerugian negara Rp 217,1 miliar; 82 praktik korupsi sekolah, kerugian negara Rp 10,9 miliar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER