Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum veteran Indonesia Jacob Elfinus Sahetapy mengklaim rela menjadi orang pertama yang bakal membela eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sahetapy mengatakan saat ini banyak pihak yang tidak senang dengan keberadaan lembaga antirasuah itu.
"Saat ini banyak akademisi murahan yang ingin melenyapkan KPK. Jika mereka ingin menghancurkan KPK, maka saya kira musuh pertama yang mesti mereka hadapi adalah saya," kata Sahetapy saat ditemui di acara dialog hukum di Jakarta, Rabu (19/11).
Meski membela keberadaan KPK, Ketua Komisi Hukum Nasional itu tidak menampik masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi di lembaga yang dipimpin Abraham Samad tersebut. Sahetapy juga menganggap bahwa dukungan pemerintah perlu diperkuat yang saat ini kendalinya dipegang Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mengerti KPK saat ini masih memiliki banyak kelemahan, tapi mereka sekarang merupakan satu-satunya alat yang bisa diandalkan pemerintah. Yang lainnya, saya sangsi," ujar Sahetapy.
Menurut Sahetapy, langkah konkret yang perlu dilakukan untuk mendukung penegakan hukum di Indonesia adalah dengan cara membina dan memupuk budaya malu seperti di Jepang dan budaya bersalah seperti di negara-negara Eropa.
"Masalahnya sekarang, di negeri ini para pejabat tidak kenal budaya malu dan budaya bersalah. Bayangkan seorang PNS yang gajinya tinggi saja masih kepikiran untuk korupsi," kata Sahetapy.
Untuk menerapkan budaya malu dan budaya bersalah, kata Sahetapy, satu-satunya cara yang dibutuhkan adalah ketegasan dari kepala negara. Jokowi diminta menerapkan pendidikan budaya rasa bersalah dan budaya rasa malu. Budaya tersebut diminta ditanamkan sejak dini agar karakter masyarakat terbentuk dari awal.
"
Men kan geen ijzer met handen breken," kata Sahetapy yang terkenal mengutip peribahasa dari negeri kincir angin. Ungkapan itu jika diartikan secara bebas memiliki makna, besi perlu dipanasi agar bisa dibengkokkan.
Dalam arti lain, lanjutnya, masyarakat sejak dini perlu diajari budi pekerti. Dengan memupuk karakter berintegritas sejak dini, maka bakal muncul generasi baru yang lebih baik. "Jangan lupa, sehari selembar benang, lama-lama menjadi sehelai kain," ujarnya.