Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait memberikan ruang bagi para kerabat anak korban kejahatan seksual. Di kantornya, Rabu (3/12), rencananya sekitar 20 orang kerabat anak korban kekerasan seksual bakal mengutarakan kesulitan yang selama ini mereka alami dalam proses penegakan hukum.
“Mustinya yang berbicara ratusan korban, namun kami akan batasi itu,” kata Arist saat dihubungi CNN Indonesia.
Pemaparan, lanjut Arist, akan dilakukan oleh para kerabat korban langsung. Mulai dari hambatan dalam proses penegakan hukum hingga cerita bagaimana kasus-kasus mereka diabaikan oleh kepolisian.
“Banyak sekali korban maupun kerabat korban kejahatan seksual berasal dari keluarga tak mampu,” katanya. Sehingga, lanjut dia, “kemungkinan banyak sekali yang tak mengerti prosedur namun tak cukup diberikan penjelasan oleh pihak berwenang.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semisal, tambah Arist, persoalan kurangnya alat bukti yang dimintakan oleh kepolisian. Rumitnya pengurusan visum dan sulitnya pembuktian tidak kejahatan seksual menjadi hambatan terbesar dalam pengungkapan setiap kasusnya.
Arist berharap dari pemaparan ini, pemerintah bisa melihat bahkan terbelalak dengan kenyataan bahwa perkara kejahatan seksual sering kali tak ditangani oleh polisi.
“Kami ingin pemarapan itu langsung dari mulut yang terkena kesulitan itu, jangan lagi-lagi dari kami,” katanya.
Menurut Arist, pemerintah pusat perlu menyusun rencana aksi nasional maupun rencana aksi daerah Inpres nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak. "Kami dan para korban mendesak DPR-RI dan Pemerintah untuk segera merevisi pasal 81 dan 82 Undang-undang nomro 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Arist.
Revisi terutama pada kententuan yang mengatur hukuman terhadap para pelaku kejahatan seksual pada anak. Saat ini hukuman minimal hanya 3 tahun dan maksimal 15 tahun.