Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan eksekusi terpidana hukuman mati tidak serta merta bisa dilakukan. Eksekusi bisa diterapkan selama proses hukum yang diajukan terpidana selesai.
“Pelaksanaan eksekusi mati ada tahapannya. Ada aspek yuridis yang harus dipenuhi, yaitu yang berkaitan dengan hak hukum seseorang,” ujarnya, Jumat (5/12).
Prasetyo mengatakan upaya hukum yang dia maksud adalah upaya hukum biasa, banding dan kasasi serta upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali (PK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan banding dan kasasi yang pengajuannya memiliki limitasi tertentu, undang-undang tidak mengatur batasan waktu PK. Ditanya mengenai lamanya eksekusi hukuman mati, Prasetyo mengatakan hal tersebut tergantung dari PK seseorang.
“Ada putusan Mahkamah Konstitusi kalau PK bisa dilakukan lebih dari sekali,” katanya.
Berdasarkan data dari Kejaksaan Agung saat ini tercatat 136 terpidana yang menunggu eksekusi hukuman mati. Dari jumlah tersebut, 64 diantaranya tersangkut pidana narkotika dan dua lainnya terpidana terorisme.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kejagung untuk mengeksekusi mati lima terpidana kasus narkotika pada Desember ini. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (4/12).
Tedjo mengatakan saat ini terdapat 64 terpidana hukuman mati yang terdiri atas warga negara asing (WNA) dan warga negara Indonesia (WNI). Beberapa dari mereka ada yang mengajukan grasi atau keringanan hukuman ke Presiden Jokowi. Sebagian lain, mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
“Nanti yang dieksekusi adalah lima yang sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Tedjo usai bertemu dengan Jokowi.