KASUS BLBI

KPK Periksa Menteri BUMN Era Megawati

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2014 12:46 WIB
KPK kembali memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi untuk penyelidikan kasus BLBI yang merugikan negara Rp 600 triliun.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. (detikfoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjalani pemeriksaan di tingkat penyelidikan. Menteri Kabinet Gotong Royong era Megawati Soekarnoputri itu diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha mengonfirmasi kehadiran Sukardi dibutuhkan untuk pengembangan sebuah penyelidikan. "Dia dimintai keterangan untuk sebuah penyelidikan," ujarnya, Rabu (10/12).

Sukardi sendiri tidak memberikan komentar apapun saat tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.15 WIB. Dia hanya melempar senyum sambil bergegas menuju ruang tunggu di lobi KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sukardi sebelumnya pernah dimintai keterangan terkait penyelidikan SKL BLBI pada 11 Juni 2013. Ketika itu dia mengaku ditanya mengenai masalah obligor BLBI dan sidang kabinet.

KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL untuk beberapa obligor BLBI. Dalam proses itu, ada dugaan para obligor tidak memenuhi kewajibannya namun tetap mendapat SKL. SKL itu dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.

Menurut mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), selain mendapatkan masukan dari Menteri BUMN, Presiden Megawati juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti.

SKL itu lantas menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah pengutang. Berdasarkan hasil audit BPK, dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 138,4 triliun.

Berkaitan dengan penyelidikan kasus ini, KPK telah melayangkan permintaan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas nama Lusiana Yanti Hanafiah yang berasal dari swasta. Dia dicegah sejak 4 Desember 2014 untuk jangka waktu enam bulan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER