MUNAS GOLKAR

Pakar Hukum: Langkah Agung Laksono Hanya Gertak Politik

CNN Indonesia
Kamis, 11 Des 2014 09:16 WIB
Langkah Agung Laksono menunjuk Agus Gumiwang dan Agun Gunanjar mengisi posisi ketua fraksi di parlemen dianggap legal secara politik tidak secara konstitusi.
Tim Pemyelamat Partai Golkar (dari kiri) Agun Gunandjar, Priyo Budi Santoso, Agung Laksono dan Agus Gumiwang berfoto bersama Sekjen PPP Ainur Rofiq (kanan) seusai pembukaan Munas Golkar tandingan, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 6 Desember 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kubu Golkar hasil Musyawarah Nasional Jakarta besutan Agung Laksono telah menugaskan Agus Gumiwang sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR RI dan Agun Gunanjar sebagai Ketua Fraksi Golkar di MPR RI. Rencananya, DPP Partai Golkar kubu Agung segera menyerahkan surat penugasan kepada Sekjen DPR RI untuk kemudian menggantikan ketua fraksi yang ada saat ini.

Apakah langkah mereka tepat? Pakar hukum tata negara Asep Warlan menegaskan, secara politik langkah Agung CS bisa diterima dan sah-sah saja. Namun, hal itu tidak legal secara konstitusi, karena partai politik yang bisa berdiri di Indonesia adalah jika telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

"Jadi jelas, ini hanya gertak politik saja karena yang absah kan itu di Kemenkumham. Posisi mereka itu kan sekarang saling klaim," kata Asep, guru besar hukum tata negara di Universitas Parahyangan, Bandung, kepada CNN Indonesia, Kamis (11/12) pagi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam UU Partai, jika ada dua partai dengan lambang dan nama serupa, kecuali salah satu pihak mendaftarkan partai baru, hal itu tidak bisa dianggap sah. Sehingga sampai saat ini, pihak Kemenkumham seharusnya berpegang pada struktur partai Golkar diluar Munas Bali dan Munas Jakarta, yaitu berpegang pada struktur Golkar hasil Munas sebelumnya, yaitu Munas Pekanbaru 2009.

"Yang terakhirlah yang dipegang Menkumham, yang dipimpin Aburizal Bakrie dan Idrus Marham," ujarnya.

Asep menambahkan seharusnya pihak Kemenkumham tidak menerima keduanya. Menurut UU, konflik internal harus diselesaikan terlebih dahulu secara internal partai, dan Kemenkumham hanya menerima satu nama dari struktur partai. "Ketika ini terjadi maka kedua kelompok belum sah. Kecuali Golkar buat partai baru, Golkar Perjuangan misalnya."

Asep mencontohkan kasus perpecahan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang serupa tapi berbeda dengan kasus Golkar. Dalam kasus PPP, kubu Romahurmuziy telah sah terdaftar di Kemenkumham meskipun masih menunggu putusan sela di pengadilan negeri.

"Berarti sampai pengurus terakhir itu Romi, meskipun sebelum inkrah tidak boleh berkegiatan. Tapi tetap yang sah itu Romi karena sudah terdaftar," ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER