Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai tak serius melindungi hak pekerja rumah tangga (PRT). Pegiat Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Pratiwi Febry menuntut pemerintah untuk meratifikasi Konvensi International Labor Organization Nomor 189 soal kerja layak bagi PRT.
"Konvensi ILO mengatur bahwa pekerja punya hak normatif yang harus dipenuhi," ujar Pratiwi, Minggu (14/12). Namun menurutnya, selama ini banyak warga negara Indonesia yang belum menghormati hak PRT sebagai manusia.
Fenomena yang terjadi di lapangan, kerap kali PRT tidak dapat bergerak bebas. "Contohnya seorang PRT bernama Pupu yang bercerita dia tidak diizinkan berobat oleh majikannya ketika sakit," ucap Pratiwi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa juga dikeluhkan oleh perwakilan Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapu, Lidi Winaningsih. Wina menuturkan rentetan pengalaman yang dialami dia dan teman-temannya. Mereka mengaku tak mendapat gaji layak sesuai standar minimum Rp 2,4 juta. Dia juga susah mendapat hari libur. Kebebasan berorganisasi pun dikekang.
"Kami ingin pemerintah meratifikasi Konvensi ILO 189 soal layak kerja PRT," kata Wina.
Dukungan tersebut juga dilontarkan anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka. Menurut Rieke, ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang situasi kerja layak bagi PRT dapat menjadi alternatif apabila DPR tidak menyetujui RUU PRT dalam Program Legislasi Nasional 2015. "Karena kalau sudah diratifikasi akan jadi undang-undang," ujarnya.
LBH juga mengupayakan jalur internasional untuk mendesak pemerintah Indonesia. "Kami maju ke forum internasional saat sidang ECOSOC (Economic and Social Council) Perserikatan Bangsa-Bangsa pertengahan tahun ini. Mereka mempertanyakan kenapa pekerja yang banyak tidak memiliki kontrak ada di Indonesia," ujar Wina.