Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan memastikan bahwa area relokasi korban bencana tanah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, merupakan wilayah yang aman.
Ferry menjelaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah berkoordinasi mencari tanah baru untuk relokasi. Tanah tersebut letaknya harus menjauhi titik rawan bencana demi mencegah adanya korban baru jika ada longsor susulan.
"Kalau sekarang kita pindahkan yang penting jauh dulu. Permanennya kita lihat lokasi. Kita punya tempat, tetapi jauh. Lebih dari 15 kilometer," ujar Ferry kepada pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Area relokasi yang disiapkan pemerintah, lanjut Ferry, bukan tempat yang hanya digunakan untuk menampung korban dari titik potensi longsor susulan ke tempat yang lebih aman. "Yang harus kita siapkan itu yang lebih permanen, harus jauh dari lokasi itu," kata dia.
Kader Partai NasDem itu memaparkan, area relokasi tersebut nantinya juga akan dipakai untuk program pascabencana lanjutan jangka panjang, seperti program pendidikan peduli lingkungan.
Meski area relokasi berjarak cukup jauh, Ferry berharap korban dapat kooperatif dan mau dipindahkan demi kehidupan yang lebih baik. Pemerintah akan berupaya menjadikan area relokasi tersebut sebagai tempat yang bisa menyokong kehidupan para korban nantinya.
"Ini soal pilihan hidup. Kita harus bicara pada mereka. Mereka kan rata-rata petani. Relokasi mereka ya harus bisa untuk tempat pertanian juga, bukan sekeder pindah rumah, tetapi kehidupan mereka," tutur dia.
Presiden Joko Widodo hari ini menggelar rapat terbatas bersama menteri terkait untuk mencari jalan keluar isu-isu sosial yang tengah terjadi di dalam negeri. Agenda yang dibahas bervariasi, salah satunya soal mitigasi dana antisipasi bencana. Seusai membuka ratas, Jokowi langsung mempersilakan para menteri terkait untuk memaparkan temuan dan laporannya soal masing-masing isu.
Bukan Penyebab LongsorPeneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adrin Tohari beranggapan tata guna lahan dan kondisi lahan bukanlah penyebab longsor yang terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Jumat (12/12) lalu.
"Sejak dulu sudah terjadi tata guna lahan seperti itu. Jadi itu tidak jadi faktor penyebab longsor," kata Adrin saat ditemui di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu (17/12).
Menurutnya, faktor utama terjadinya longsor adalah adanya aliran air yang berasal dari mata air di sekitar kawasan itu. Apalagi, lahan di kawasan itu terjal. "Kecuraman lereng di Karangkobar yaitu 40 sampai 60 derajat," kata Adrin.
Selain itu, menurut Adrin, gerakan tanah di kawasan itu juga berada di zona kerentanan menengah dan tinggi. Ia mengatakan ada dua jenis aliran tanah yang terjadi saat longsor terjadi.
Pertama, gerakan tanah jenis aliran tanah padat di daerah timur. Kedua, gerakan tanah jenis aliran tanah lumpur di daerah barat.
Adanya mata air di kawasan itu membuat kondisi keairan tidak bisa dikontrol. Akibatnya, ketika bertemu lahan basah maka akan menjadi lumpur. "Mayoritas korban yang ditemukan tewas ada di wilayah berlumpur," katanya.
Dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 11 hari sebelum kejadian, curah hujan di kawasan tersebut mencapai 50 persen dari rerata curah hujan di kawasan itu. Curah hujan mencapai 103,8 milimeter per hari. Sementara, normalnya adalah 70 milimeter per hari.
Adrin berada di lokasi bencana bersama tim dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Universitas Gadjah Muda sejak Minggu (14/12). Sejauh ini, data terakhir mengungkapkan sebanyak 64 orang tewas dalam longsor tersebut.