Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Imdadun Rahmat, mengkritik Front Pembela Islam (FPI) dengan mengatakan daerah di mana organisasi itu eksis maka kerap menjadi titik rawan bagi toleransi beragama.
"Di mana FPI eksis, di sana menjadi zona merah toleransi beragama," ujar Imdad dalam diskusi publik di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (22/12).
Menurut Imdad, hal itu terjadi karena sistem politik Indonesia sangat permisif. "Kelompok intoleran tetap dapat bergaul dengan elit politik. Mereka dapat dukungan dari sana," ujar Imdad. Ia juga menganggap tindakan hukum di Indonesia direduksi hanya sampai perlakuan individu. "Tidak pernah menyasar pada pemimpin ormas. Mereka akan terus merajalela," katanya.
Masalah lain yang disoroti Imdad adalah kriminalisasi korban. Ia mengungkapkan kerap kali korban bukan dilindungi, tapi disalahkan atas kerusuhan yang terjadi. "Korban direkayasa jadi pelaku kriminal," kata dia. Yang lebih disesalkan adalah aparat keamanan lamban bertindak. "Bahkan, mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya diam ketika melihat aksi diskriminasi dan kekerasan".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal intoleransi ini, kata Imdad, juga harus dilihat dari perspektif yang lebih luas diskriminasi. Ia bukan hanya antara Kristen dan Islam, tapi kaum minoritas dan mayoritas. "Seperti kasus Ahmadiyah, itu kan Islam minoritas dan mayoritas," ujarnya menjelaskan.
Sekjen Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjarifudin berpendapat sama. "Ini bukan masalah agama apa, tapi kaum minoritas memang harus siap menjadi korban," ujarnya di forum diskusi itu.
Dalam acara ini, Ketua Pelapor Khusus Kebebasan Beragama Komisi Nasional Perempuan, Sinta Nuriyah Wahid, memaparkan hasil pantauan intoleransi beragama di 40 kota dan kabupaten di 12 provinsi. Pemantauan itu berlangsung sejak Juni 2012 sampai Juni 2013. Pemantauan dilakukan dengan wawancara dan diskusi kelompok terfokus bersama 407 narasumber. Mereka terdiri dari 326 korban, 48 aparat negara, 9 pelaku aksi intoleransi, dan 24 anggota organisasi masyarakat. Sejumlah kasus yang diangkat antara lain Ahmadiyah, GKI Yasmin, HKBP Cikeuting, HKBP Filadelfia, Syiah, dan Baha'i.