Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus korupsi pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang tahun 2006-2011, Ramadhani Ismy, divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/12). Ismy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut. Alhasil, negara merugi Rp 313 miliar.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ramadhani Ismy selama enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan," kata Hakim Ketua Syaiful Arif dalam sidang pembacaan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/12). Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 7,5 tahun penjara.
Selain itu, Ismy diminta mengganti rugi uang negara senilai Rp 3,2 miliar. "Dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lambat satu bulan sesudah ada keputusan pengadilan tetap (inkracht) maka harta benda disita jaksa," ujar Hakim Syaiful. Namun, apabila harta benda tidak cukup, maka Ismy akan dipenjara selama tiga tahun.
Menanggapi vonis, Ismy mengaku menerima putusan. "Alhamdulillah tidak akan banding dan menerima semua putusan," ujarnya. Sementara itu kuasa hukum Ismy, Irwan Jasa Tarigan mengataman kliennya merasa apa yang diputuskan hakim sudah tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan Ismy, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanfaatkan waktu selama tujuh hari untuk memikirkan akan mengajukan banding atau tidak. "Kami menyatakan pikir-pikir," ujar jaksa dalam sidang.
Dalam proyek tersebut, Ismy yang menjabat sebagai Deputi Teknis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) berperan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ismy didakwa memuluskan joint operation Nindya Sejati JO pimpinan Heru Sulaksono, sebagai perusahaan penggarap proyek tanpa pelelangan pada tahun 2006.
Ismy didakwa melakukan penunjukan langsung tanpa pelelangan kepada perusahaan PT Nindya Sejati. Ia hanya melakukan evaluasi kelengkapan dokumen penawaran.
Dalam realitanya, meskipun pekerjaan tidak selesai 100 persen, Ismy menerima hasil pekerjaan tahap pertama dan membuat Berita Acara Serah Terima Pertama
tanggal 15 Desember 2006. Alhasil, Ismy didakwa memperkaya Heru Sulaksono sebesar Rp 2,6 miliar dan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan Heru, PT Tuah Sejati sebesar Rp 396 juta.
Selang satu tahun, pola yang sama kembali terjadi. Ismy tidak melakukan pelelangan proyek melainkan menetapkan Nindya Sejati JO sebagai penggarap. Ismy didakwa memperkaya Heru senilai Rp 9,2 miliar dan mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp 9,4 miliar.
Pada tahun 2008, sejumlah pekerjaan tak digarap oleh perusahaan Nindya Sejati JO. Meski demikian, terdapat penggelembungan anggaran. Alhasil, Ismy mengantongi duit Rp 710 juta dan memperkaya orang lain salah satunya Heru senilai Rp 2,2 miliar. Duit sebesar Rp 6,5 miliar juga melenggang mulus ke PT Nindya Karya dan sebanyak Rp 6,05 miliar ke PT Tuah Sejati. Konsekuensinya, negara merugi Rp 45 miliar.
Masih dalam proyek yang sama, pada tahun 2009, Ismy didakwa memperkaya dirinya senilaj Rp 1,6 miliar dan Heru senilai Rp 1,79 miliar. Korporasi penggarap yakni PT Nindya Karya meraup keuntungan ilegal senilai Rp 10,8 miliar. Kerugian negara pada tahun tersebut yakni Rp 71 miliar.
Pada tahun 2010, Ismy mengantongi Rp 260 juta dan Heru senilai Rp 2,39 miliar. Selain itu, PT Nindya Karya merapu keuntungan ilegal sebesar Rp 10 miliar dan PT Tuah Sejati sebanyak Rp19 miliar. Pada tahun yang sama, negara merugi Rp 68 miliar. Tahun 2011, Ismy mendapat Rp 3,2 miliar dan Heru sebesar Rp 34 miliar.
Dari rangkaian korupsi selama lima tahun, penyidik KPK menemukan selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 287 miliar. Sementara itu, kekurangan volume terpasang tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 15,9 miliar. Sedangkan penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10,162 miliar.
Atas perbuatan pidana tersebut, Ismy terbukti melanggar Pasal Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.