Jakarta, CNN Indonesia -- Gereja Katolik Santo Robertus Bellarminus menjadi bukti bahwa harmoni antarumat beragama tak sekedar di bibir. Berdiri sejak 1968, gereja yang terletak di wilayah permukiman Kramat Jati, Jakarta Timur itu menjalin hubungan baik dengan warga sekitar yang mayoritas muslim.
Sejak berdiri hingga hari ini, Selasa (23/12), Gereja terbesar di Jakarta Timur dengan 4.000 jemaat itu tak pernah mendapat ancaman keamanan serius karena hubungan mesranya dengan warga. Persatuan dengan warga adalah keharusan bagi gereja ini.
“Gereja itu siapa? Gereja bukan gedung, tapi orang-orang yang konkret tinggal dalam kehidupan masyarakat. Orang ke gereja paling seminggu sekali, itupun cuma beberapa jam. Selebihnya umat hidup bersama di masyarakat,” kata Pastor Kepala Gereja Robertus Bellarminus, Romo Dedo da Gomez, SJ, kepada CNN Indonesia, Selasa (23/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka karena umat Katolik hidup di tengah masyarakat, ujar Romo Dedo, sudah sewajarnya mereka berbaur dengan warga. Di sini, komunikasi menjadi kunci mendekatkan gereja dengan masyarakat.
Kesadaran itulah yang membuat Gereja Robertus Bellarminus aktif menggagas berbagai kegiatan guna mempertahankan kerekatan hubungan dengan yang telah terbina baik selama ini. Hampir seluruh acara gereja yang bersifat sosial, selalu melibatkan partisipasi aktif dari warga di sekitar gereja.
“Poli kesehatan kami buka untuk umum. Kalau ada pengobatan gratis, pasti warga sekitar kami undang. Begitu juga bila ada bantuan, kami bagikan ke warga, biasanya berupa sembako,” kata Romo Dedo.
Kedekatan antara Gereja Robertus Bellarminus dengan warga sekitarnya dibenarkan Darwin (58), Ketua RT 10 yang tinggal tepat di belakang gereja. Menurut Darwin, hubungan baik antara warga setempat dengan gereja sudah terjalin sejak puluhan tahun silam. Ia pun menyebut penghuni gereja sebagai warganya sendiri.
Darwin yang telah tinggal berdampingan dengan Gereja Robertus Bellarminus selama puluhan tahun itu tak pernah merasa terganggu dengan aktivitas gereja, bahkan ketika ada kegiatan pembangunan di gereja. Padahal seringkali pembangunan gereja menyebabkan debu-debu beterbangan di sekitar rumahnya.
“Kami, warga di sini, kenal baik dengan pastor-pastor. Sering olahraga bersama mereka. Jadi sama-sama saling mengerti,” ujar Darwin.
Ia pun mengatakan tak terlalu memikirkan kontroversi ucapan selamat Natal yang selalu ramai dibahas menjelang Hari Raya Natal. Menurut Darwin, hidup bertetangga sudah selayaknya saling memberi selamat dan bertegur sapa.
“Di sini, kami bersatu,” kata Darwin dengan nada bangga.
Persatuan itu bukan sekadar kata-kata, tapi diwujudkan dengan aksi saling menjaga bila hari-hari besar keagamaan tiba. Menjelang Natal, warga sekitar gereja mengamankan gereja yang terletak di tengah permukiman mereka itu. Puluhan pemuda dikerahkan untuk menjaga gereja serta mengatur parkir motor dan mobil jemaat.
Sebaliknya, saat umat Islam di sekitar gereja merayakan Hari Raya Idul Fitri, pihak gereja aktif mendatangi rumah-rumah warga untuk bersilaturahmi dan mengucapkan selamat Idul Fitri.
Pola hubungan semacam ini terus dipertahankan hingga hari ini. Komunikasi yang terjalin baik dan intensif antara warga dan gereja terbukti mampu menangkal ancaman atau isu negatif yang kerap menjadi riak dalam kehidupan beragama di Indonesia.