REMISI KORUPTOR

Kemenkumham Sebut Remisi Bentuk Insentif Koruptor

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Senin, 05 Jan 2015 23:30 WIB
Ada undang-undang yang mengatur pemberian remisi. Justru jika tidak diberikan Kemenkumham menurut Handoyo bisa digugat.
Sejumlah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, melakukan aksi damai di depan Gedung Kementrian Hukum dan Ham, Jakarta, Senin (22/9). Aksi tersebut menolak pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat menuturkan kementeriannya bertugas membina narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu bentuknya yakni dengan memberikan remisi dan hak-hak meringankan lainnya.

"Di dalam sistem membina itu ada sistem insentif remisi, yang diatur oleh undang-undang," kata Handoyo ketika ditemui di Gedung Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (5/1). Menurutnya ada Undang-undang Pemasyarakatan yang mengatur itu. "Kalau kami tidak melaksanakan, kami akan digugat," ujarnya

Selama ini pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada para koruptor sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, Handoyo melanjutkan, hukuman penjara bagi koruptor bersifat pendidikan tambahan. "Jadi kalau di dalam Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Anti Korupsi, itu orientasi utamanya kalau dari kasus korupsi kan pengembalian (kerugian) uang negara.‎ Kalau itu bisa dikembalikan, penjara sifatnya pendidikan tambahan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih jauh, ketika ditanya ihwal pencabutan remisi natal pada 49 koruptor, Handoyo mengaku menyerahkan keputusan kepada pembuat kebijakan.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana mengadakan pertemuan dengan sejumlah pihak untuk membicarakan implementasi peraturan, khususnya di bidang korupsi.

"Kami akan mengadakan pertemuan nanti ada seminar atau diskusi atau workshop sifatnya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komnas HAM, dan pemangku kebijakan supaya semua sesuai aturan dan benar," ujarnya usai memaparkan Rencana Aksi Kemenkumham di Gedung Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (5/1).

Sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor dapat direalisasikan dengan sejumlah upaya. Salah satunya, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengajukan tuntutan untuk mencabut hak remisi dan pembebasan bersyarat bagi terdakwa korupsi. Pencabutan tersebut dibarengi dengan tuntutan pidana penjara dan uang pengganti seperti yang selama ini telah dilakukan.

Lalola menjelaskan, dasar hukum pencabutan hak tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat 1 huruf d Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi yang menyebutkan, selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP, sebagai pidana tambahan adalah pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah terhadap terpidana. Apabila tuntutan sudah diajukan, maka pengadilan sebaiknya menerima pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER