Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik pengajuan peninjauan kembali (PK) masih bergulir. Ketua Komisi Hukum DPR Azis Syamsuddin menyebut, sebenarnya tidak ada pertentangan antara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA).
"Tidak ada yang bertolak belakang antara putusan MK dengan surat yang dikeluarkan MA. Putusan MK harus dibaca secara utuh," kata Azis kepada CNN Indonesia, Senin (5/1).
Azis menjelaskan, putusan MK yang dibuat pada 6 Maret 2014 tersebut hanya membolehkan PK lebih dari satu kali jika ada bukti baru alias novum. Sehingga Surat Edaran MA hanya merupakan penegasan dari putusan lembaga pengadil konstitusi tersebut.
"Novum tidak ada yang berkali-kali. Mana ada bukti baru berulang-ulang. Yang membuat ini menjadi polemik karena tidak baca utuh putusan MK," ujar Azis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Azis meminta semua pihak berhenti berpolemik tentang peninjauan kembali tersebut.
Putusan MK terkait pengajuan PK terbit setelah bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar menggugat Pasal 268 ayat 3 KUHAP. Hamdan Zoelva selaku Ketua MK mengetuk palu dengan keputusan pasal KUHAP yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sebelumnya juga menyatakan, Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 tahun 2014 yang membatasi PK hanya satu kali masi sejalan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hal itu terlihat dari dua ketentuan hukum yang menyebut PK hanya boleh satu kali.
Sebagaimana diberitakan CNN Indonesia sebelumnya, Pasal 24 ayat 2 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU Nomor 3 tahun 2009 tentang MA menegaskan PK hanya boleh dilakukan satu kali.
Pasal 24 ayat 2 menyatakan, terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali. Sementara Pasal 66 ayat 1 berbunyi, permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya satu kali.
(rdk/sip)