Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan tidak bergantung pada pemekaran daerah. Ia mengatakan pembangunan di wilayah perbatasan selama ini belum optimal.
"Sebanyak 60 persen daerah pemekaran ternyata gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya," kata Tjahjo di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (6/1). Angka itu diperoleh dari hasil penelitian internal Kemendagri yang dilakukan sejak tahun 1999 sampai sekarang.
Meski gagal meningkatkan kesejahteraan warga, usul pemekaran daerah perbatasan terus masuk ke Kemendagri. Menanggapi hal itu, pemerintah akan melihat dulu potensi yang ada di daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya wilayah Sebatik di Kalimantan Utara yang memiliki banyak lahan kelapa sawit, ternyata hasil panen sawit tersebut banyak yang dibawa ke Malaysia. "Itu berarti tak ada peningkatan PAD (pendapatan asli daerah)," kata Tjahjo.
Selain wilayah perbatasan yang minta dimekarkan, ada pula daerah yang justru menolak untuk dimekarkan. Namun penolakan ini pun bermotif uang.
Ada bupati di Papua yang menurut Tjahjo lebih memilih memekarkan distrik dibanding kabupaten. "Sebab dengan memekarkan distrik maka uangnya semakin banyak," kata Tjahjo.
Untuk meninjau kesejahteraan masyarakat perbatasan, Tjahjo berencana mengunjungi wilayah perbatasan seperti Nusa Tenggara Timur untuk melihat langsung kondisi infrastruktur dan sekolah yang rusak di sana.
Saat ini anggaran untuk perbatasan mencapai Rp 16 triliun. Anggaran itu tersebar di seluruh kementerian/lembaga. Tjahjo berharap anggaran sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di perbatasan.
(sur/agk)