Presiden Joko Widodo dituntut mengawal langsung pemilihan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Sebagaimana diketahui, Kepolisian RI saat ini tengah mencari pengganti Kapolri Sutarman yang bakal pensiun tahun ini.
Saat ini telah bermunculan nama yang mengantri masuk bursa dalam pencalonan Kapolri. Beberapa di antaranya adalah Komjen Budi Gunawan, Komjen Suhardi Halius, Komjen Badroeddin Haiti, Irjen Safruddin, Irjen Pudji Hartanto dan Irjen Unggung Cahyono.
Dari sederet nama tersebut, ada kekhawatiran yang muncul karena beberapa calon dinilai memiliki rekening yang tidak wajar. Menanggapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menghendaki agar Jokowi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening gendut milik para calon pengganti Sutarman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK dan PPATK perlu dilibatkan agar rekening gendut ini diusut tuntas. Jangan sampai ada calon Kapolri yang tersandera oleh catatan hitam masa lalu," kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto di kantornya, Jakarta, Jumat (9/1).
Mencari figur terbaik dinilai penting mengingat Kapolri adalah jabatan paling strategis di bidang penegakan hukum. Dia merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan program atau agenda bidang hukum di era Pemerintahan Jokowi.
"Akan sulit bagi publik untuk percaya kepada institusi penegak hukum seperti Kepolisian jika Kapolri punya masalah dengan hukum," ujar Agus.
Atas kekhawatiran tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menuntut agar pemiliham Kapolri tidak didasarkan pada politik daging sapi atau politik balas budi. Penunjukan Kapolri harus didasarkan pada aspek kepemimpinan, integritas, rekam jejak kapasitas dan komitmen yang kuat dalam mendorong agenda reformasi dan antikorupsi.
"Jangan sampai kejadian pemilihan Jaksa Agung terulang. Calon 'titipan' tiba-tiba muncul tanpa diperhatikan rekam jejaknya," kata Agus.
Selain itu, kata Agus, Kapolri yang dipilih tidak memiliki masalah atau berpotensi menimbulkan masalah. Hal ini penting agar pemerintahan Jokowi tidak tercoreng kredibilitasnya dengan persoalan korupsi, hak asasi manusia, atau persoalan hukum lain yang dilakukan oleh Kapolri maupun yang terjadi di internal Kepolisian.
Atas pertimbangan tersebut, peran KPK dan PPATK perlu dilibatkan seperti ketika Jokowi menjaring para menterinya di Kabinet Kerja. Sebab, kata Agus, salah memilih Kapolri hanya akan merusak kredibilitas pemerintah tidak saja sesaat, namun hingga lima tahun ke depan, selama Jokowi memimpin roda pemerintahan
(meg/sip)