Jakarta, CNN Indonesia -- Eksekusi mati terhadap enam orang terpidana kasus narkotika yang dilakukan pada Minggu dinihari (18/1) di Nusa Kambangan dan Boyolali, disebut Jaksa Agung HM Prasetyo menjadi bukti keseriusan Indonesia mengatasi tindak pidana narkotika.
Pemerintah bahkan sengaja mengungkap informasi kepada publik soal rencana eksekusi mati, termasuk soal waktu dan tempat eksekusi. Hal ini dinilai tidak salah oleh Prasetyo, malah bisa menjadi sinyal kepada jaringan narkotika bahwa Indonesia tidak main-main.
"Saya pikir tidak salah, dan saya ingin masyarakat tahu (perihal eksekusi mati)," ujar Prasetyo saat ditemui di Kejaksaan Agung, Minggu (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini juga sebagai info yang bisa disebarkan seluas-luasnya sekalian untuk mengingatkan bagaimana bahayanya narkotika tersebut," lanjut mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum tersebut.
Sejumlah pihak menilai Indonesia terlalu terang-terangan dalam memberi informasi eksekusi mati. Hal ini cukup berbeda dengan tahun sebelumnya di mana publikasi baru diungkap setelah eksekusi berlangsung.
Sebelumnya, sebanyak enam orang, lima warga negara asing dan satu warga negara Indonesia, dieksekusi mati pada di dua tempat berbeda, yaitu di Nusa Kambangan dan Boyolali. Mereka adalah Ang Kiem Soe, warga negara Belanda; Namaona Denis, warga Malawi; Marco Archer Cardoso Moreira, warga Brazil; Daniel Enemuo, warga Nigeria, Tran Thi Bich Hanh, warga negara Vietnam; dan satu orang warga negara Indonesia, Rani Andriani, wanita asal Cianjur.
Prasetyo pun mengatakan akan menyiapkan eksekusi selanjutnya secepat mungkin setelah dilakukan penelitian terhadap masalah hukum para terpidana mati.
(adt/pit)