EKSEKUSI TERPIDANA MATI

Delapan Lembaga HAM Kecam Eksekusi Mati Terpidana Narkoba

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Senin, 19 Jan 2015 19:51 WIB
Meskipun pemerintah terus melaju dengan keputusan eksekusi mati, lembaga HAM juga terus melakukan kecaman atas keputusan pemerintahan Jokowi tersebut.
Sejumlah petugas dan warga binaan berada didalam Rumah Tahanan (Rutan) Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (17/1), tempat sementara sebelum eksekusi mati bagi terpidana kasus narkoba Tran Thi Bich Hanh (37). (Antara Foto/ Aloysius Jarot Nugroho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah untuk tetap melaju dengan eksekusi mati terpidana narkoba terus mendapatkan kecaman dari berbagai lembaga sosial masyarakat (LSM) Hak Asasi Manusia (HAM).

Hari Senin (19/1) ini delapan LSM HAM berkumpul dan memberikan pernyataan sikap penolakan terhadap keputusan eksekusi mati pemerintah Indonesia.

"Metode penerapan hukuman mati di Indonesia tidak relevan lagi dengan kondisi dunia saat ini," kata Koordinator KontraS, Haris Azhar, dalam pernyataan sikap bersama delapan lembaga di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haris mengatakan metode eksekusi mati hanya diterapkan di zaman dulu ketika dipertontonkan di depan masyarakat dalam konteks negara dan kota.

"Hari ini nyaris tidak ada lagi sistem seperti itu. Eksekusi dilakukan di tempat terpencil dan tidak akan menimbulkan efek jera, " ujar Haris.

Kedelapan LSM HAM yang bergabung dalam aksi penolakan eksekusi mati antara lain, Komnas HAM , KontraS, Imparsial, Human Rights Working Group, LBH masyarakat, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Human Rights Watch.

Selain memandang metode hukuman mati sudah ketinggalan zaman, para aktivis HAM juga tidak yakin bisnis narkoba di Indonesia akan lenyap hanya dengan penerapan hukuman seperti itu.

Alih-alih menerapkan ekskusi mati, pemerintah didesak untuk melakukan reformasi hukum jika ingin bersungguh-sungguh menyelamatkan rakyat Indonesia dari bahaya narkoba.

"Banyak studi menunjukkan tidak ada hubungannya antara hukuman mati terhadap penurunan konsumsi narkoba. Yang paling penting adalah perbaikan sistem, penegakan hukum, polisi yang profesional dan tidak korup sehingga bisa menyebabkan tingkat kejahatan menurun, " kata Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor.

Sementara itu, ketua Setara Institute Hendardi, mengatakan eksekusi mati 6 terpidana narkoba menjadi catatan buruk pemajuan HAM, khususnya hak hidup warga di awal masa pemerintahan Jokowi.

"Narkoba memang musuh utama umat manusia, tapi kunci pemberantasannya adalah akuntabilitas kinerja aparat penegak hukum dan penghukuman yang tegas dan membuat jera," kata dia.

Hendardi menyampaikan jika aparat tidak serius dalam memberantas narkoba dan masih terdapat disparitas perlakuan serta buruknya manajemen lembaga pemasyarakatan (LP) narkoba akan tetap menjadi ancaman.

"Kami mendukung pemberantasan narkoba, tapi tidak dengan mandat pada negara untuk mencabut nyawa," ujar dia menegaskan.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah melakukan eksekusi mati terhadap enam orang terpidana kasus narkoba di Nusakambangan dan Boyolali pada Minggu (18/1) dinihari lalu.

Keenam terpidana yang telah ditembak mati tersebut adalah Ang Kiem Soei warga negara Belanda; Namaona Denis warga negara Malawi; Marco Archer Cardoso Moreira warga negara Brazil; Daniel Enemuo warga negara Nigeria; Rani Andriani dari Cianjur dan Tran Thi Bich Hanh warga negara Vietnam.

Aksi pemerintahan Presiden Joko Widodo tersebut menuai beragam reaksi dari beberapa negara di dunia. Brazil dan Belanda langsung menarik duta besarnya untuk kembali ke negara mereka untuk berkonsultasi dengan pemerintah.

Namun, hingga berita ini diturunkan, pemerintah masih terus bersikukuh dengan keputusannya mengeksekusi mati terpidana narkoba. Rencananya, tahun ini masih ada 20 terpidana narkoba yang menunggu eksekusi tembak.
(utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER