INVESTIGASI AIRASIA

Cerita Pilot Garuda yang Lolos Jebakan Maut Kumulonimbus

Basuki Rahmat N | CNN Indonesia
Rabu, 21 Jan 2015 16:47 WIB
Rozaq mengatakan pada saat pesawat berada di awan Cb membuat pesawat terempas ke atas secara tiba-tiba dan dengan kecepatan yang tinggi dan tak terkontrol.
Potongan bagian ekor pesawat AirAsia QZ8501 saat ditarik ke atas kapal Crest Onyx, setelah berhasil diangkat dari dasar laut dengan menggunakan
Jakarta, CNN Indonesia -- Dugaan penyebab jatuhnya AirAsia QZ8501 disebutkan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat rapat dengan Komisi V DPR. Jonan menyebut pesawat nahas tersebut saat berada pada ketinggian 32 ribu kaki naik dengan kecepatan tinggi yang tak wajar bagi pesawat komersial, sebelum jatuh cepat ke laut.

Pilot senior Garuda Indonesia, Kapten pilot Abdul Rozaq, yang pada 16 Januari 2002 melakukan pendaratan darurat Garuda Indonesia GA421 di Sungai Bengawan Solo, menuturkan pengalamannya.

Rozaq menceritakan pesawat yang dipilotinya dalam posisi hendak turun dan berada pada ketinggian 31 ribu kaki. Saat itu pesawatnya berhadapan dengan awan Kumulonimbus (Cb) besar. “Awan Cb itu isinya campur-campur, ada es, air, angin sangat kencang yang akhirnya menyebabkan matinya (mesin) pesawat saya,” ujar Rozaq saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (21/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rozaq menjelaskan pada saat pesawat berada di awan Cb membuat pesawat terempas ke atas secara tiba-tiba dan dengan kecepatan yang tinggi. Setelah itu pesawat terempas ke bawah kembali. “Jadi seperti dibanting, pesawat mengalami updraft dan downdraft pada awan Cb,” kata dia. Bila sedang mengalami situasi dan kondisi seperti itu tentunya dalam keadaan yang sangat mengerikan. 

Pilot yang kini berusia 58 tahun itu menegaskan, pada situasi dan kondisi tersebut pesawat seperti berada di pusaran angin yang sangat sulit dikendalikan oleh sang pilot. Jika keadaannya demikian maka si pilot pesawat komersial tidak dapat lagi membawa pesawatnya karena kondisinya tidak normal.

Rozaq lantas menyebut kecelakaan pesawat Air France dua tahun lalu yang disebabkan oleh faktor teknis seperti itu. “Pesawatnya Airbus juga itu, sama. Masalah yang dialami pesawat Air France juga menyangkut soal kecepatan dan ketinggian yang kemudian terjadi error,” tuturnya.

Untuk penyebab pastinya, Rozaq menegaskan bahwa semuanya akan terjawab dalam Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) AirAsia QZ8501 yang kini masih diinvestigasi oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi. “Nantinya hasil investigasi dari FDR dan CVR itu tidak bisa dipublikasikan ke umum,” ujar Rozaq.

Rozaq mengaku tidak tahu persis ihwal Menteri Jonan yang bisa menyatakan pesawat naik dengan kecepatan di atas batas normal kemampuan pesawat dan kemudian mengalami stall. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER