Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan miliar duit proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang mengalir ke rekening pribadi bos perusahaan subkontraktor penggarap proyek, PT Dutasari Citra Laras (PT DCL), Machfud Suroso.
Sebanyak Rp 21 miliar di antaranya telah direkayasa dengan dalih usaha batu bara. Motifnya agar duit tersebut bebas dari radar Badan Pemeriksaan Keuangan saat diaudit.
"Yang Rp 21 miliar memang dibuat rekayasa pengeluaran. Kami disuruh buat cek pengeluaran untuk pembayaran
supplier. Itu fiktif," ujar mantan staf administrasi keuangan PT DCL Budi Margono ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duit tersebut dibuat seolah-olah merupakan utang kontraktor proyek PT Adhi Karya .
"Jadi harus ditagih (oleh PT DCL)," kata Budi. Selain itu, Budi diminta membuat dua lembar cek senilai masing-masing Rp 10 miliar dan Rp 11 miliar. "Saya serahkan ke Pak Roni Wijaya (Direktur Operasional PT DCL)," ujar Budi.
Namun ketika dikonfirmasi oleh Hakim Sinung Hermawan soal aliran duit tersebut, Roni menampiknya. Ia mengaku tak tahu-menahu soal duit di rekening pribadi Machfud.
"Itu bukan otoritas dan bukan perintah dari saya. Saya tidak tahu, belakangan baru tahu. Keluar sampe Rp 21 miliar," ujar Roni saat sidang.
Merujuk berkas dakwaan, Machfud menyamarkan duit Rp 21 miliar kepada PT Adhi Karya yang merupakan bagian realisasi bayaran 18 persen dari proyek Hambalang atas penunjukan perusahaan tersebut sebagai subkontraktor.
Namun dalam kuitansi, Machfud menggantinya menjadi pinjaman dari PT DCL kepada PT Anugerah Indocoal Pratama untuk bisnis pertambangan. Imbalannya, Machfud memberikan uang kepada Heribertus Eddy Susanto selaku Direktur PT Anugerah Indocoal Pratama senilai Rp 5 juta.
Roni pun mengaku telah menelisik soal duit Rp 21 miliar tersebut ke PT Adhi Karya. "Tidak ada jawaban (PT Adhi Karya). Faktanya tidak ada usaha batu bara antara Pak Machfud ke Pak Heribertus," katanya.
Sementara untuk merekayasa bahwa seolah-olah PT DCL meminjamkan duit ke PT Adhi Karya, Machfud menyuruh anak buahnya menagih utang. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan laporan keuangan palsu yang dibuat. Atas penagihan itu, PT Adhi Karya terpaksa melakukan pembayaran sebesar Rp 8 miliar kepada Machfud.
Atas tindak pidana tersebut, Machfud dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Ancaman pidana untuk Machfud yakni 20 tahun penjara.
(utd/agk)