Dirut BPJS Kesehatan: Kalau Dipersulit, Beritahu Saya!

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Jumat, 30 Jan 2015 08:00 WIB
Banyak masyarakat dinilai masih mengabaikan masalah administratif. Padahal, pendaftaran BPJS telah dibuat dengan sederhana.
Warga antre menunggu giliran pengurusan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Bekasi, Jawa Barat, Rabu, 12 November 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris menegaskan calon peserta BPJS Kesehatan tidak boleh dipersulit saat mengurus pendaftaran.

"Kalau semua syarat sudah dipenuhi dan ternyata dipersulit, beritahu saya. Kapan dan di mana dia dipersulit," kata Fahmi saat diwawancarai di Gedung BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (29/1) malam.

Fahmi menegaskan, proses pendaftaran BPJS Kesehatan tidaklah sulit. "Prinsipnya sederhana. Pasti bisa asal syarat administrasinya dipenuhi," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, dia juga mengatakan, masih banyak masyarakat yang mengabaikan masalah administratif sehingga tidak bisa mendaftar BPJS kesehatan.

"Misalnya, soal NIK. Kalau tidak ada NIK, ya tidak bisa. Sekarang pertanyaannya, apakah mereka membaca persyaratannya?" kata Fahmi.

Meski begitu, dia menilai masih banyak hal yang harus disempurnakan dalam pelaksanaan program BPJS.

Fahmi menjelaskan ekspektasi publik terhadap BPJS Kesehatan kian meningkat. Sayangnya, tidak dibarengi dengan ketersediaan sumber daya yang memadai.

"Tidak mudah mengatur dokter dan menempatkan mereka. Belum lagi, anggaran yang sangat terbatas. Kadang pendistribusiannya pun tidak mudah. Tidak bisa sendirian, Menteri Kesehatan adalah pembina utama," katanya.

Bukan hanya itu, antrean yang panjang dari peserta BPJS Kesehatan juga menjadi masalah tersendiri. Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek berpendapat perlu adanya kerja sama antara tiap fasilitas kesehatan (faskes) untuk mengurangi antrean yang panjang.

"Saya harapkan hanya 15 hingga 20 persen yang sakit. Namun sekarang tampaknya sudah mencapai 60 persen orang yang sakit. Kami coba bentuk kerja sama antara faskes agar pasien tidak menumpuk di rumah sakit," kata Nila.

Dia mencontohkan, RSCM yang terlalu banyak menangani kasus katarak. Seharusnya, operasi semacam itu bisa dilakukan di klinik.

"Atau, ICU penuh, bisa kerja sama dengan RS swasta," kata Nila.

Selain itu, Nila mengatakan diperlukan pula RS regional sebagai solusi bila jarak antara Puskesmas dan RS rujukannya terlalu jauh.

"Misalnya, antara Pangandaran dan Bandung, kan, jauh. Jadi, nanti di tengah-tengah ada RS regional. Dan itu sifatnya sekunder. Kalau Puskesmas tidak bisa tangani, baru bawa ke RS regional," katanya.

Sejauh ini, Nila mengatakan ada 168 RS regional di seluruh Indonesia.

"Itu sudah diperhitungkan. Kami harapkan jumlah orang sakit akan turun," katanya.

Adapun, Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan berjumlah sekitar 86,4 juta orang. Ada 13 BPJS regional serta kantor cabang yang tersebar di 506 kabupaten/kota.

"Ada 511 kabupaten/kota di Indonesia. Sehingga kami masih perlu menambah lima lagi," kata Fachmi. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER