Jakarta, CNN Indonesia --
Koalisi Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kassum) yakin Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta akan membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang membebaskan secara bersyarat Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan Munir Said Thalib.
Muhammad Isnur, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta berkata, Kemenkumham akan rugi jika tak mengindahkan proses hukum yang akan berjalan di PTUN tersebut.
"Mereka akan rugi karena tidak bisa membela diri dan kemungkinan mereka akan kalah karena PTUN mengenal sistem verstek," ujar Isnur, Rabu (4/2), selepas mendaftarkan gugatan terhadap SK Menkumham bernomor W11.PK.01.05.06.0028 Tahun 2014.
Verstek merupakan kewenangan hakim untuk memeriksa dan memutus suatu perkara meskipun Tergugat dalam perkara tersebut tidak hadir. Istilah ini juga biasa disebut putusan in absentia.
Selama ini, menurut Isnur, baik Presiden Joko Widodo dan Kemenkumham tidak beritikad baik memberikan penjelasan mengenai pembebasan Pollycarpus. Jika permohonan gugatan mereka diterima, Isnur yakin hal tersebut tidak akan kembali berulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berkata, nantinya hakim PTUN akan memerintahkan Kemenkumham sebagai tergugat untuk mengajukan bukti-bukti awal berupa dasar pembuatan surat pembebasan Pollycarpus.
Soal pembatalan surat pembebasan bersyarat, Isnur menuturkan, PTUN pernah mengeluarkan putusan seperti ini pada kasus dokter ahli autis, Rudy Sutadi. Pada tahun 2011 silam, PTUN Jakarta membatalkan pemberian remisi kepada Rudy karena tak memenuhi syarat-syarat yang berlaku.
"PTUN pernah membatalkan pembebasan narapidana dokter Rudy. Remisinya dibatalkan sehingga harus kembali ke penjara. Apalagi Polly yang tidak mengakui perbuatannya," ucap Isnur.
Pollycarpus divonis bersalah pada kasus pembunuhan Munir. Ia dihukum 14 tahun pidana penjara. Namun, dia mendapatkan banyak potongan masa hukuman berupa remisi umum maupun khusus. Alhasil, ia pun bebas bersyarat saat baru menjalani delapan tahun masa hukumannya.
Isnur mengatakan, dalam memberikan remisi, Kemenkumham seharusnya melakukan seleksi ketat, terutama terhadap narapisana yang berkaitan dengan kejahatan publik seperti korupsi, narkoba dan kejahatan HAM.
"Siapa yang bisa menjamin, saksi-saksi kasus Munir saat ini yang tidak dalam bahaya. Siapa yang menjamin Polly tidak akan menghilangkan barang bukti lainnya," kata Isnur.
(pit/pit)