Kisruh KPK-Polri, Jokowi Terkesan Mengulur Waktu

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Feb 2015 11:37 WIB
Presiden Joko Widodo dituntut untuk berani mengambil keputusan di tengah kisruh dua lembaga negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian
Presiden Joko Widodo dan ibu negara Iriana tiba di Komplek Bunga Raya Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (5/2). (Resuters/Olivia Harris)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo dituntut untuk berani mengambil keputusan di tengah kisruh dua lembaga negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian. Pasalnya, keputusan tersebut dinilai untuk mengakhiri sekaligus memberi ketegasan sikap presiden.

Pengamat politik Hanta Yudha menilai selama ini Jokowi terkesan lamban dengan mengulur waktu. Alasannya, menunggu momen yang tepat.

"Presiden Jokowi memainkan politik harmoni yang mengutamakan stabilitas poltiik. Plusnya, semakin komprehensif. Negatifnya, akan banyak prajurit yang tumbang. Kalau dalam permainan catur, pion akan jatuh dulu," ujar Hanta dalam diskusi 'Banyak Pilihan untuk Jokowi', di Cikini, Jakarta, Sabtu (7/2).

Hanta berpendapat, sikap kepemimpinan demikian dipengaruhi oleh lima pemain lain yang berada di sekelilingnya. "Koalisi Indonesia Hebat, kelompok bisnis, kelompok organisasi massa, Koalisi Merah Putih, dan Wakil Presiden (Jusuf Kalla)," katanya. Menurutnya, ada dinamika dari kelima pemain yang mempengaruhi setiap putusan dari presiden. "Ada potensi disharmoni wakil presiden dengan presiden."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alhasil, Jokowi dinilai harus berani dan terampil untuk mengambil keputusan dalam kondisi demikian. "Apakah aspirasi publik sejalan dengan kelimanya? Kalau ada anomali, ini jadi ujian. Jokowi harus berani ambil keputusan," ujarnya.

Hanta melanjutkan, Jokowi memerlukan tim negosiasi untuk mendukung posisi tersebut. "Jokowi harus dibantu tim negosiasi dan komunikasi politik yang mumpuni untuk berhadapan dengan lima tekanan politik," ujarnya. Salah satunya, tim kabinet. Namun yang menjadi persoalan yakni adanya intervensi dalam pemilihan kabinet.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak dapat banyak bergerak dalam kemelut tersebut. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menjelaskan DPR tetap mendukung keputusan Jokowi.

"Posisi DPR pasif, sepanjang hanya memberikan rekomendasi berdasar surat dari presiden ke DPR. Setelah diumumkan ke publik, menjadi ruang presiden untuk melantik," katanya dalam diskusi tersebut.

Taufik menuturkan, DRP pun siap melakukan sistem check and balances kepada Presiden. " Saat rapat konsul dengan Presiden Jokowi, kita memberikan pemahaman komitmen kenegaraan. Dalam situasi sekarang, kami melihat perlu ada penyelerasan visi misi presiden," ujarnya.

Sebelumnya, kemelut dua lembaga penegak hukum memanas. Kisruh bermula saat presiden mengajukan nama Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, Jumat (9/1). Namun, nama jenderal bintang tiga tersebut memiliki rekam jejak yang ganjil. KPK menetapkan Budi sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi saat berada di Korps Bhayangkara, Selasa (13/1).

Menyusul peristiwa tersebut, serangan diluncurkan kepada lembaga antirasuah. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka kasus kesaksian palsu saat bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Bareskrim Polri, Jumat (23/1). Sabtu (24/1), Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan mengambil paksa saham milik PT Desy Timber. Ketua KPK Abraham Samad pun dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan dugaan melakukan pertemuan dengan petinggi partai politik. Selain itu, wakil Ketua KPK Zulkarnain juga akan dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur tahun 2008. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER