Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dinilai lamban mengambil sikap di tengah kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia. Kendati demikian, ahli komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali menganggap keputusan Jokowi untuk menunda pengumuman bisa jadi tepat.
Di awal penjelasannya, Effendi mengatakan bahwa ia mendapat banyak pertanyaan terkait tepat tidaknya keputusan Jokowi pergi ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Filipina tanpa memberikan kepastian terhadap polemik dalam negeri.
Di antara rekan tersebut, menurut Effendi, akhirnya ada yang menyarankannya untuk mempelajari salah satu prinsip hidup masyarakat Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti," ujarnya melafalkan istilah tersebut setelah mengikuti diskusi Perspektif Indonesia di Jakarta, pada Sabtu (7/2). Itu artinya, tambahnya, kira-kira angkara murka atau persoalan bisa diatasi dengan kelembutan dan kebeningan berpikir."
Berangkat dari sana, di tengah desakan publik ini Effendi mengaku sedang berpikir ke arah sebaliknya. "Jangan-jangan setelah pulang dari Malaysia ini, situasi masih managable dan enggak ada juga yang perlu didesak-desak. Lihat dulu nanti," tutur Effendi.
Menurutnya, keputusan Jokowi yang terkesan mengulur waktu ini bisa jadi tepat. Sembari pergi, Jokowi mungkin akan mendapat laporan lebih jelas dari banyak pihak, termasuk badan intelijen.
"Jokowi ini pintar. Dia melakukan meta-analisis dari semua kisruh yang ada. Harus dipertimbangkan semua. Nanti dia ambil keputusan di waktu yang tepat," paparnya.
Jika terbukti keputusan Jokowi tepat, Effendi akan mengacungi jempol dan ia memprediksi sistem komunikasi politik "gaya Solo" ini akan terus dipakai.
Meskipun menganggap formula komunikasi ini bagus, Effendi melihat perlu adanya perubahan. "Presiden harus mulai berpikir perlu tidaknya ada juru bicara. Atau konsepnya tidak ada juru bicara? Berarti perlu ada shadow speaker," ujarnya.
Pembicara bayangan ini nantinya menjadi penyambung lidah presiden untuk menyampaikan kebijakan. Strategi komunikasi politik ini menurut Effendi bisa jadi baik.
"Nantinya presiden akan selalu benar karena kalaupun salah shadow speakernya, presiden bisa bilang, 'Bukan itu maksud saya.' Ini strategi komunikasi cerdas. Jokowi itu pintar," kata Effendi.
(sip)